Pages

Tuesday, December 15, 2009

Manusia dan Musik


Di dalam melakukan suatu pekerjaan pastinya manusia yang normal memiliki rasa jenuh. Rasa jenuh jika di biarkan saja akan mengakibatkan hal yang sangat fatal. Oleh karena itu jika dalam melakukan suatu pekerjaan dan sudah merasa sangat jenuh, pekerjaan itu harus ditinggalkan terlebih dahulu. Untuk menghilangkan rasa jenuh tidak hanya sekedar berhenti bekerja untuk sementara waktu, namun juga dengan cara melakukan refreshing otak. Ada banyak hal yang bisa di lakukan untuk merefreshing otak, di antaranya: bertamasya bersama keluarga, menyalurkan hobi, bersantai di rumah dan masih banyak yang lainnya. Namun dalam kenyataannya, seni lah yang banyak di pilih oleh orang untuk menyegarkan kembali pikirannya.
Seni adalah hal yang penting dalam kehidupan manusia. Seni banyak di gunakan oleh manusia untuk menyalurkan bakat, hobi serta hanya sekedar untuk bersenang-senang melepas kejenuhan. Seni memang beragam jenisnya, namun seni musiklah yang banyak di minati oleh masyarakat luas, karena dari masyarakat kalangan apapun, seni musik dapat di nikmati. Dengan kenyataan ini seni musik dapat di katakan sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia.



Dengan melihat catatan sejarah, seni musik dapat dinyatakan sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia. Hal ini di karenakan musik tidak bisa lepas dari peradaban hidup manusia. Sejarah tentang seni musik memang tidak di ketahui secara betul. Namun di dalam buku yang di tulis oleh Marcus Weeks dengan judul Music, musik sudah di temukan sejak zaman batu yaitu dengan ditemukannya alat musik seperti seruling yang terbuat dari tulang di daerah Eropa, Afrika Utara dan Asia barat. Untuk memperkuat hal tersebut, di dalam buku yang di tulis oleh Fu Chunjiang yang berjudul Origins of Chinese Music, di jelaskan bahwa sejarah musik Tionghoa ada sejak sebelum masa Kaisar Huangdai (Kaisar Kuning) yaitu Kaisar pertama Tionghoa. Dengan demikian musik Tionghoa ada sejak tahun 3.000 SM. Selain itu, di dalam sejarah Islam musik berkembang pesat sejak tahun 767 M, musisi muslim yang terkenal pada masa itu adalah Ishaq Al- Mausili, (dikutip dari: http://www.islamic-center.or.id/-slamiclearnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/769-musik-di-dunia-islam-).
Selain tidak bisa lepas dari peradaban hidup manusia, musik memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Musik memiliki manfaat psikologis bagi manusia, yaitu: membuat jadi rileks, membuat emosi menjadi positif, mengurangi kecemasan dan stress, merubah mood menjadi positif dan masih banyak lagi. Bagi kesahatan musik juga memiliki manfaat yang luar biasa. Ilmuwan muslim yang bernama Al- Farabi menjadikan musik sebagai media terapi untuk menyembuhkan beberapa penyakit, seperti demam, meningitis dan lainnya,(dikutip dari: http://www.suaramedia.com). Di Amerika Utara dan Eropa, para ahli terapi musik bekerja di pusat-pusat rehabilitasi dan berbagai rumah sakit. Terapi musik adalah intervensi musik untuk memulihkan, menjaga dan memperbaiki kesehatan emosi, fisik, psikologis dan spiritual. Berbagai literatur mendukung keampuhan terapi musik, bahkan asosiasi terapi musik Amerika (AMTA) mempunyai data yang paling komprehensif terhadap terapi musik. Kini musik dapat dimanfaatkan dalam mengurangi rasa nyeri pada penderita kanker atau pada penderita alzheimer yang kehilangan daya ingat dapat bernyanyi mengikuti standard. Korban kecelakaan yang mengalami trauma otak dapat bermain drum bersama penderita parkinson dan stroke yang bagian tubuhnya mati separuh dapat mengikuti irama metronom (alat yang menghasilkan ketukan berulang-ulang dengan interval yang teratur). Wanita hamil dengan iringan musik dapat berlatih pernapasan dan relaksasi selama kontraksi daripada menggunakan anestetik. Terapi musik juga digunakan untuk menurunkan darah, meringankan trauma keluhan, mengurangi depresi (terbukti bukan di saat anda stress dan mempunyai banyak masalah, anda akan merasa lebih tenang saat mendengarkan musik) dan memberikan pelampiasan bagi mereka yang pendiam.
Terapi musik dianggap sebagai alat yang mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan gangguan-gangguan neurologis. Pasien penderita gangguan syaraf yang tidak bisa bergerak atau berjalan, kadang-kadang bisa bernyanyi dan bahkan menari mengikuti musik. Terapi musik juga diberikan pada anak-anak cacat untuk membantu belajar dan berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, musik juga sangat bermanfaat bagi perkembangan otak manusia serta metode pendidikan.
Pendidikan adalah hal yang sangat di butuhkan oleh setiap manusia. Entah itu pendidikan jasmani, rohani, mental, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dalam dunia pendidikan, musik tak bisa di lepaskan kembali. Pada abad pertengahan musik dijadikan pelajaran di bidang kedokteran. Selain itu seorang ilmuwan matematika yaitu Phytagoras adalah seorang musisi, (dikutip dari buku berjudul Music, Marcus Weeks). Dia mempelajari matematika serta menemukan rumus-rumus menggunakan teori musik. Hal yang tidak kalah menarik adalah seorang yang jenius di muka bumi ini, yaitu Albert Einstein juga seorang musisi. Dia mempelajari ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode musik. Di samping memperdalam ilmu pengetahuannya, Einstein juga memperdalam ilmu musik terutama permainan piano. Tokoh yang tak kalah dari Einstein yaitu guru dokter dunia Ibnu Sinai juga mempelajari musik.
Selain hal di atas, banyak penelitian membuktikan, janin menunjukkan reaksi tertentu jika diperdengarkan musik. Ibu yang sedang hamil merasakan gerakan janin yang semakin cepat atau justru lebih santai. Sementara itu, banyak juga yang berpendapat musik klasik yang diperdengarkan ibu hamil dan juga janinnya, dapat membuat kecerdasan pada anak lebih tinggi.
Psikolog Fran Rauscher dan Gordon Shaw dari University of California-Irvine, Amerika Serikat pada tahun 1994 melakukan penelitian yang membuktikan bahwa erat kaitan antara kemahiran bermusik dengan penguasaan level matematika yang tinggi, dan keterampilan-keterampilan sains. Setelah delapan bulan, penelitian kedua pakar ini menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan program pendidikan musik, meningkat inteligensi spasialnya (kecerdasan ruang) sebesar 46% dibandingkan dengan anak-anak yang tidak diekspos oleh musik. Ahli saraf dari Harvard University, Mark Tramo, M.D. mengatakan, “Dalam otak manusia, jutaan neuron dari sirkuit secara unik menjadi aktif ketika manusia mendengar musik. Neuron-neuron ini menyebar ke berbagai daerah di otak, termasuk pusat auditori di belahan kiri dan belahan kanan”. Rupanya mulai dari sinilah kaitan antara musik dan kecerdasan terjadi. Tapi, ini bukan berarti setiap orang harus memiliki grand piano di rumah.
Melalui kegiatan bermain, anak memperoleh manfaat dari musik. Dr. Dee Joy Coulter, seorang pendidik Neuroscience dan penulis buku Early Childhood Connections : The Journal of Music and Moment-Based Learning, mengklasifikasikan lagu-lagu, gerakan dan permainan anak sebagai latihan untuk otak yang brilian. Mengenalkan anak pada pola bicara, keterampilan-keterampilan sensory motor, dan strategi gerakan yang penting. Melalui permainan yang mengandung musik, tak hanya perkembangan bahasa dan kosa kata saja yang meningkat, tapi juga berita dan keterampilan beriramanya. Logika membuat anak nantinya mampu mengorganisasi ide dan mampu memecahkan masalah. Pendidikan prasekolah pun menggunakan musik sebagai bagian dari proses pendidikan, dikarenakan berbagai manfaat yang didapat dari musik, (dikutip dari: http://www.dokteranakku.com).
Musik tidak hanya bermanfaat bagi tumbuh kembang anak kecil, namun manfaat musik dapat di rasakan oleh semua orang, entah tua, muda, sehat maupun sakit. Meski efek musik pada orang sehat tidak sebesar pada orang sakit, tapi dalam hal ini musik berperan sebagai terapi preventif. Coba bayangkan ketika mendengarkan musik, apalagi bila lagu itu adalah lagu kesayangan, hati pasti merasa terhibur. Menurut para ahli, musik merupakan terapi psikofisika, artinya bisa mencakup ke dua hal yaitu psikis dan fisik. Keduanya merupakan kesatuan dalam tubuh manusia, dengan musik kedua aspek ini menjadi berimbang.
Dalam prakteknya terapi musik bisa terdiri dari dua hal yaitu aktif dan pasif, dengan pendekatan aktif maka pasien dapat turut serta aktif berpartisipasi. Misalnya saat mendengarkan musik mereka dapat ikut bersenandung, menari atau sekedar bertepuk tangan. Sedangkan yang sifatnya pasif jika pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik mereka tampak pasif, namun sesungguhnya aktivitas mentalnya tetap bekerja. Mereka bisa berimajinasi sesuai dengan tema musik yang mereka dengarkan. Misalnya musik romantis dapat membuat mereka teringat akan kenangan indah mereka.
Tempo musik menentukan suasana hati si pendengar, tempo standar musik klasik (tempo moderato) hampir sama dengan denyut nadi manusia rata-rata. Musik yang dimainkan dengan irama yang cepat dianggap dapat memberi semangat dan musik dengan irama yang pelan dapat menenangkan. Para Pakar Medis masih berhati-hati sebelum menyatakan secara tegas efek penyembuhan oleh musik. Terapi musik bukanlah pengganti perawatan medis standard namun hanya bersifat melengkapi. Hubungan antara musik dan penyembuhan selama ini jelas positif, kalangan ilmuwan perlu meneliti lebih jauh mengenai masalah ini.
Kenyataan yang ada musik pada zaman sekarang masih terkesan memiliki efek negatif. Hal ini terjadi karena banyak sekali penyelewenga akan musik itu sendiri. Sebagai orang yang menghargai, mencintai serta memiliki ilmu pengetahuan tinggi wajiblah untuk mengembalikan image musik di kalangan masyarakat luas. Image musik yang merupakan kebutuhan hidup manusia dan makhluk misterius yang telah menemani peradaban hidup manusia.


Read more...

Saturday, November 21, 2009

Pacaran: Eksperimentasi Seksual

Naaak, kalo pacaran jangan lama-lama..

Pernah mendengar anjuran seperti diatas? Atau mungkin pernah mendengar anjuran lain yang tidak terlalu jauh berbeda, seperti:

Naak, kan udah pacaran lama, buruan nikah

Mungkin disatu sisi, kita akan berpikir bahwa untuk mempersiapkan diri menuju jenjang perkawinan tentunya bukan perkara mudah, tapi mungkin dua anjuran atau wejangan diatas ada benarnya.

Sebelum membahas lebih dalam, saya akan menjelaskan definisi pacaran terlebih dahulu, pacaran merupakan hubungan lawan jenis secara permanen yang dirasakan nyaman, disukai, dan berkemungkinan untuk dilanjutkan kearah pernikahan. Meskipun memiliki banyak fungsi, pacaran pada rentang usia remaja dan dewasa memiliki fungsi diantaranya untuk rekreasi, memperoleh persahabatan tanpa menikah, memperoleh status, sosialisasi, eksperimentasi seksual, serta memperoleh keintiman.

Diantara banyak fungsi tersebut, pacaran menurut Spanier (dalam Duvall & Miller, 1985) lebih erat kaitannya dengan perilaku seksual. Walaupun sempat merasa kurang yakin dengan penjelasan tersebut, fakta yang saya temui ternyata cukup mencengangkan. Artikel yang dimuat Kompas 28 Januari 2005 dengan judul ”40 % kawula muda ngeseks di rumah” mengungkap bahwa 474 remaja dengan usia 15-24 tahun yang menjadi partisipan penelitian 44 % diantaranya mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum berusia 18 tahun. Mereka yang melakukan hubungan seksual 85 % diantaranya melakukan dengan pacarnya, dan sebanyak 36 % menyatakan bahwa mereka mengenal pasangannya kurang dari enam bulan. Adapun penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta dan sekitar, Bandung, Surabaya, dan Medan.

Dalam berpacaran sendiri perilaku seksual dapat dikategorikan menjadi 10 perilaku, yaitu: 1.) pegangan tangan, 2.) berangkulan, 3.) berpelukan, 4.) berciuman pipi, 5.) berciuman bibir, 6.) meraba-raba dada, 7.) meraba-raba alat kelamin, 8.) menggesek-gesekan alat kelamin, 9.) oral seks, dan 10.) sexual intercourse.

Pada umumnya, untuk mencapai sebuah tahap perilaku tertentu harus terlebih dahulu melakukan tahap sebelumnya. Sebagai contoh, untuk mencapai perilaku berciuman pipi, maka diasumsikan sebelumnya telah melakukan berpegangan tangan, berangkulan, dan berpelukan. Dalam kesehariannya, mungkin bisa dijabarkan secara sederhana bahwa dalam berpacaran biasanya individu ‘baru berani’ berpegangan tangan setelah sekian waktu. Untuk kemudian, ‘baru berani’ rangkulan atau pelukan setelah sekian lama pula. Begitu pula perilaku seksual berikutnya, ‘baru berani’ setelah waktu tertentu.

Di Indonesia sendiri, penelitian serupa pernah dilakukan Ariyanto (2008) dengan sampel mahasiswi salah satu Universitas ternama di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa diantara 138 partisipan, perilaku seksual yang paling banyak dilakukan adalah berciuman bibir dengan persentase sebesar 57 persen. Adapun waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk bisa mencapai perilaku berciuman tersebut adalah 4, 4 bulan.

Tingginya persentase berciuman, menurut Ariyanto (2008) terjadi karena masih adanya norma yang mengikat para individu untuk menjaga hubungan pacaran dalam batas yang wajar. Tidak melakukan hubungan sexual intercourse (penetrasi penis kedalam vagina)sampai mereka berada dalam hubungan pernikahan yang sah. Berciuman merupakan perilaku seksual yang, walaupun juga dilarang, tapi masih dianggap sebagai perilaku yang wajar dilakukan oleh pasangan.

Untuk perilaku seksual yang lain, meraba-raba alat kelamin dilakukan setelah 5, 6 bulan, dan oral seks dilakukan setelah 6, 2 bulan. Untuk sexual intercourse waktu rata-rata yang diperlukan adalah 10, 1 bulan dengan persentase yang melakukan sebesar 6, 5 % dari 138 partisipan.

Penelitian diatas juga menghasilkan temuan bahwa yang mempengaruhi aktivitas perilaku seksual dalam berpacaran, selain lama berpacaran, adalah frekuensi pengalaman dalam berpacaran. Sebagai contoh, seorang yang pernah berpacaran sebanyak 10 kali memiliki kecendrungan yang lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual lebih banyak dibandingkan orang lain yang hanya 5 kali berpacaran.

Berbagai teori yang membahas aktivitas perilaku seksual memang mencoba menjelaskan banyak alasan mengenai apa yang menyebabkan aktivitas seksual itu terjadi. Mengingat usia partisipan dalam penelitian tersebut dapat dikategorikan remaja akhir yang cukup banyak melakukan aktivitas dengan teman sebaya, maka factor tersebut tidak dapat dikesampingkan. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman sebaya yang juga aktif secara seksual.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai perilaku seksual dalam berpacaran, maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan perlu ditingkatkan kewaspadaan seiring dengan meningkatnya periode dan frekuensi pengalaman berpacaran.

Read more...

Musik sebagai Sarana Pendidikan Anak

Tidak perlu dipungkiri, musik mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan kita. Dan pengaruh positif musik dalam kehidupan kita merupakan suatu topik menarik untuk dibicarakan. Menarik karena pengaruh positif tersebut relatif tidak terlihat [intangible] walaupun konkrit [dapat kita rasakan]. Pengaruh positif musik tersebut bahkan sudah terjadi pada saat awal perkembangan kita sebagai individu.

Musik terbukti sangat membantu perkembangan otak, perkembangan indera, perkembangan kemampuan bahasa, dan kemampuan sosial anak usia dini [hingga 6 tahun]. Dalam beberapa penelitian neuromusikal, musik terbukti membantu perkembangan otak manusia khususnya pada planum temporale bagian kiri, di mana bagian otak ini berperan besar dalam perkembangan bahasa. Dengan hasil penelitian ini, musik dianggap mampu membantu perkembangan bahasa anak.

Sebuah fakta menarik tentang perkembangan bayi terjadi pada awal abad 20: Di panti-panti asuhan di Eropa dan Amerika terjadi bencana besar di mana angka kematian bayi berusia di bawah satu tahun mendekati 100%(1), walaupun bayi-bayi itu mendapatkan nutrisi yang cukup. Bencana tersebut mulai dapat teratasi di sebuah panti asuhan di Jerman, setelah pihak panti asuhan menyewa seorang wanita sebagai pengasuh untuk memberikan stimulasi afeksi pada bayi-bayi di sana. Angka kematian yang mendekati 100% tersebut secara drastis menurun setelah bayi-bayi itu diberikan cinta dan sayang oleh si pengasuh.

Bagaimanakah memberikan rasa cinta dan sayang kepada bayi? Tiga cara utama untuk mengkomunikasikan cinta dan sayang kepada bayi adalah melalui berbicara, bernyanyi, dan memberikan sentuhan. Kegiatan musikal dapat dengan baik menyampaikan cinta dan sayang itu kepada bayi. Salah satu metode yang efektif dan sering digunakan adalah motherese. Motherese adalah cara khusus berbicara ibu kepada bayinya. Cara ini sarat dengan elemen musikal melalui variasi tinggi nada suara, irama, dinamika, dan warna suara ibu [atau pengasuh]. Ingat-ingatlah kembali ketika Anda melakukannya pada anak Anda [atau keponakan Anda]. Dengan cara ini anak bukan hanya merasakan cinta dan sayang, namun ia juga mulai belajar bahasa lisan.

Rangsangan ritmik pada bayi berupa timangan juga terbukti membantu anak untuk lebih cepat mendapatkan bobot yang optimal. Dalam timangan, anak diajak untuk melibatkan seluruh tubuhnya melakukan gerakan ritmik, gerakan teratur berdasarkan ketukan tertentu. Anak yang mendapat timangan juga akan lebih cepat dalam perkembangan indera penglihatan dan pendengaran, serta terbukti lebih cepat mendapatkan siklus tidurnya.

Kegiatan bermusik juga membantu perkembangan kemampuan motorik anak. Secara alamiah, elemen ritmik pada musik dapat membuat anak menggerakkan tangan, kepala, dan kakinya. Dengan cara yang tepat, rangsangan ritmik pada anak akan membuatnya belajar mengkoordinasi organ tubuhnya untuk berespon atau melakukan sesuatu dengan baik dan benar [memegang sesuatu, melompat, berjinjit, dll.]

Melalui musik, anak juga belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai contoh adalah permainan hom pim pa, dan sut. Dalam permainan ini kemampuan anak untuk mengeksekusi gerakan sesuai ritme sangat diperlukan: jika terlambat akan dianggap curang, jika terlalu cepat akan sangat dirugikan. Hampir seluruh permainan anak-anak yang dilakukan bersama-sama menggunakan musik dalam bentuk gerak dan lagu. Gerak dan lagu ini membantu anak untuk melibatkan aspek motorik, intelektual, dan emosi anak dalam sebuah kegiatan bersama.

Jika kita perhatikan dengan seksama beberapa paragraf di atas, kita dapat melihat bahwa musik dapat membantu anak-anak untuk mengaktualkan potensi motorik, intelektual, dan emosinya. Dan jika kita rujuk pada akar kata pendidikan [Inggris: education, dari bahasa latin: educare yang berarti mengeluarkan, mengaktualkan, dan mengembangkan potensi seseorang] maka musik adalah juga sarana pendidikan bagi anak. Musik dapat membantu anak untuk berkembang, untuk mengaktualkan potensi-potensinya.

Selamat bersenang-senang sambil bermusik dengan anak-anak Anda, masih belum terlambat bagi kita untuk ‘mendidik’ mereka dengan berkegiatan musik bersama.

Read more...

Musik Klasik di Indonesia

ndonesia memiliki berbagai lembaga pendidikan musik klasik seperti Yamaha Musik, Farabi, Sekolah Musik Jakarta, Institute Kesenian Jakarta. Perkembangan musik klasik tidak lepas dari sistem pendidikan musik klasik itu sendiri. Salah satu sistem pendidikan yang berhasil mengembangkan musik klasik di Indonesia adalah sistem pendidikan ABRSM (Assosiated Board of the Royal Schools Of Music) yang sering dikenal dengan sistem Royal. Sistem pendidikan musik Yamaha juga merupakan sistem pendidikan musik yang berhasil memberikan pendidikan musik klasik di Indonesia.
Saat ini, hanya segentir univeristas di Indonesia yang memiliki jurusan musik. Misalnya Universitas Pelita Harapan yang memilki jenjang pendidikan Sarjana di bidang Musik. Institute Seni Musik Jogyakarta adalah salah satu pendidikan formal tertua di Indonesia.

Beberapa Nama besar dalam perkembangan musik klasik di Indonesia adalah Ananda Sukarlan dan Trusutji Kamal. Siapakah beliau?

Ananda Sukarlan memulai perjalan musik nya pada umur 5 tahun. setelah lulus dari SMA kanisius tahun 1986, beliau memutuskan untuk kuliah di Jakarta Musik school. Ananda Sukarlan adalah seorang pianist yang tahan banting. Mental yang dimiliki beliau benar-benar mental seorang pemenang. betapa tidak, Beliau sempat kembali ke Indonesia karena Beasiswa beliau dari Petrof Piano dihentikan sebelum beliau lulus. kemudian pada saat Beliau telah berhasil mendapatkan beasiswa kedua dari pemerintah Belanda, beasiswa tersebut juga harus dihentikan karena kerjasama kultural antara Indonesia dan Belanda telah berakhir. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat beliau untuk menjadi pianist handal. Beliau akhirnya menang pada sebuah kompetisi piano dan mendapatkan dana untuk digunakan sebagai biaya hidup selama 8 bulan.Mulai saat itu berbagai penghargaan dan prestasi nasional berhasil beliau raih. Beliau termasuk pianist yang produktif dalam memberikan seminar, mengadakan konser dan menggubah lagu.

Trisutji Kamal adalah seorang pianist dan composer kelahiran Jakarta. Beliau lahir di dalam lingkungan musik dengan latar belakang orang tua yang memahami biola. Beliau tumbuh di Sumatra Utara di dalam budaya Malasia. Pada saat berumur 7 tahun Beliau memulai perjalanan musiknya. Sejak awal pejalannya, bakat beliau dalam mengubah lagu sudah sangat terlihat. Dalam usianya yang relatif muda, Beliau menempuh berbagai pendidikan di konsevatori musik Eropa. Dalam perjalanan pendidikannya, banyak komposisi beliau dimainkan di Roma, Vienna, Moscow dan Prague.Akhirnya Beliau lulus dari conservatory Santa Cecilia Roma dengan konsentrasi Piano, komposisi dan akustik musik. Beliau akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada tahun 1967 dan mulai aktif dalam dunia musik Indonesia dengan mengadakan pertunjukan, memberikan kuliah di berbagai institusi musik dan berbagai kegiatan musik lainnya. Sumbangsih beliau untuk musik tradisional Indonesia nampak dengan berdirinya "Trisutji Kamal Ensemble" yang merupakan gabungan antara piano duo dan Gamelan Bali pada tahun 1995.



Read more...

Memberi Arti Musik

KONTEKS
Sepanjang usia peradaban manusia, musik tidak pernah tidak termasuk di dalamnya. Ada juga yang berspekulasi bahwa musik bukan murni ‘milik’ manusia: ia mungkin sudah ada sebelum manusia itu ada. Terlepas dari itu –sadar atau tidak; percaya atau tidak; langsung atau tidak– musik selalu ada dalam hidup kita. Musik mempunyai peran dan kekuatan yang tidak kecil [kalau tidak bisa dibilang besar] dalam kehidupan manusia. Ia mempunyai banyak fungsi: komunikasi, ekspresi, dokumentasi, identitas, hiburan, dan [mungkin] masih banyak lagi. Bahkan di budaya yang men’tabu’kan beberapa praktik musik pun, nyata bahwa musik berperan penting dalam kehidupan masyarakatnya [Regelski, 2006].

Studi ilmiah tentang hubungan manusia–musik terus dilakukan sejak berabad-abad sebelum masehi, hingga saat ini. Dengan segala kekuatan dan kelemahannya studi-studi tersebut ingin mengkaji lebih dalam hubungan manusia–musik dengan tujuan peningkatan kualitas hidup manusia: efek terapeutik, kepentingan politis, ekonomis, ideologis, pendidikan, dan lainnya. Namun kondisi yang kita alami lebih dari dua dekade terakhir membuat kita sering merenyutkan dahi dan tak habis-habisnya menghela nafas. Hampir di semua lini kehidupan terjadi kemerosotan kualitas: sumber daya alam, ekonomi, politik, pendidikan, hukum, kekeluargaan, dan sebagainya. Ini terjadi pada saat dimana kita mengalami begitu ‘maju’nya studi ilmiah di semua bidang kajian, termasuk manusia–musik. Dalam studi-studi kajian tentang musik tercatat bahwa saat ini musik mengalami masa produksi-distribusi-konsumsi paling subur seumur peradaban manusia.


Tony Prabowo, seorang komposer kontemporer kebanggaan Indonesia pernah mengajukan sebuah pertanyaan retorik: “Sekarang ini musik apa yang tidak ada?”. Begitu banyak musik dari genres yang sudah tidak bisa lagi dihitung jumlahnya, hingga kita tidak lagi bisa dengan jelas membedakan satu genre dengan genre yang lain. Saat ini dengan mudah sekali kita bisa mendengarkan musik [suatu hal ya

ng tidak terlalu mudah terjadi pada awal abad 20, apalagi periode-periode sebelumnya]. Tanpa lagi kita perlu datang ke ruang dan waktu pertunjukan musik, tanpa perlu susah-susah membeli rekaman yang harganya cukup mahal, sekarang kita sudah dapat mendengarkannya di televisi, radio, ruang-ruang publik, bahkan melalui alat-alat bantu yang sifatnya personal [handphone, personal computer, mp3 player, dsb]. Dalam bidang ilmu psikologi musik, guru besar dari Universitas Keele di Inggris, John Sloboda dengan kritis menyampaikan keresahannya mengenai perkembangan ilmu psikologi musik saat ini:

”suppose all the music psychology in the world had never been written and was expunged from the collective memory of the world, as if it had never existed, how would music and musicians be disadvantaged? Would composers compose less good music, would performers cease to perform so well, would those who enjoy listening to it enjoy it any less richly?”
[Sloboda, 2005, h. 395-396]

silakan hening sejenak untuk beberapa saat

Ya, seringkali memang meningkat-drastisnya kuantitas tidak terbarengi dengan peningkatan kualitas. Dengan kata lain, saat ini musik sedang mengalami devaluasi. Fungsi-fungsi sederhana musik yang ‘dulu’ sering kita rasakan mulai tergantikan dengan fungsi-fungsi yang terlalu mewah dan jauh dari kesederhanaan hidup. Pengalaman musikal yang sifatnya personal, subtle, complex, unreplicable berubah sifat menjadi collective, plain, simple, dan replicable. Hal ini beriring dengan ‘penekanan’ musik sebagai milik sebagian orang yang mempunyai ‘kekuatan’ besar atasnya. Yang dinamakan ‘musik yang baik’ secara buta telah distandarkan mutunya bahkan disempitkan keragamannya menjadi hanya beberapa genre saja. Sebagian besar orang menganggap keberhasilan praktik musik hanyalah popularitas, rekor jumlah penjualan dan luas distribusi produk, prestasi dari kompetisi, atau saratnya jenjang formal pendidikan musik. Kita makin meninggalkan fungsi dan praktik musik yang lebih menekankan pada kenikmatan personal dan kohesi sosial [guyub], pada kesukariaan menghasilkan suara-suara yang indah, pada kesederhanaan.

Apa relevansi keluh-kesah singkat sejumlah tiga paragraf di atas dengan tantangan hidup kita sebagai manusia abad 21? Kita yang hidup di abad 21 ini, khususnya di dekade awal milenium kedua ini mengemban tugas yang cukup berat. Tugas tersebut tidak diberikan oleh generasi sebelum kita, namun justru oleh generasi-generasi mendatang. Satu kata kunci dalam tugas kita tersebut adalah LESTARI. Kata ini saya gunakan sebagai padanan dari istilah yang cukup ‘santer’ kita dengar akhir-akhir ini yaitu sustainable development. Secara khusus tahun 2005-2014 dicanangkan secara global sebagai dekade pendidikan untuk kelestarian [education for sustainable development]. Tujuan dari dekade ini adalah untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan praktek-praktek lestari [sustainable development] ke dalam semua aspek pendidikan dan pembelajaran [UNESCO, 2005]. Upaya ini akan menyemangati perubahan dalam tingkah laku yang akan menciptakan masa depan yang lebih lestari dalam hal integritas lingkungan hidup, kemampuan ekonomi, dan masyarakat yang adil untuk generasi sekarang dan mendatang. Perkembangan lestari ini hendak mengajak kita semua untuk melihat kehidupan ini tidak hanya pada saat KINI, namun juga apresiasi atas LALU, dan yang terpenting adalah usaha untuk ESOK.

Baru saja saya tersadarkan bahwa bukan pendidikan untuk kelestarian yang ingin saya ajukan atau sampaikan dalam tulisan ini, karena saya memang tidak menguasai benar topik tersebut. Namun dalam praktik pendidikan musik dan pendidikan nilai yang saya jalani selama ini, uraian di atas sungguhlah relevan dalam kajian dan praktik mengenai musik dan peningkatan kualitas hidup manusia. Uraian tersebut akan menjadi landasan dan konteks kita bersama dalam bertukar pikiran tentang apa yang bisa kita bersama kontribusikan untuk menata karakter bangsa melalui praktik kita dengan musik. Tulisan ini juga bukan merupakan advokasi terhadap pentingnya musik bagi pendidikan dan peningkatan kualitas hidup namun lebih merupakan ajakan sederhana untuk lebih memberi nilai pada musik → ‘makhluk misterius’ yang telah menemani manusia di sepanjang peradabannya.


PENGALAMAN MUSIKAL

Ada banyak definisi musik, beberapa di antaranya: “tata bunyi dan sunyi”; “keindahan yang terinderai lewat pendengaran”; “pengalaman estetis melalui media audio”; “alunan ritme, melodi, dan harmoni”; “rangsang dengar yang memberi makna bagi pendengarnya”; dan masih banyak lagi yang lainnya. Secara garis besar ada dua sudut pandang yang dapat dipakai untuk melihat ‘si musik’ ini.
Sudut pandang pertama adalah menempatkan musik ‘di luar’ sana, sebagai sebuah objek aural khas yang memberi rangsang inderawi [secara utama lewat indera pendengaran] yang kemudian kita persepsi sebagai musik. Pada sudut pandang ini, musik dianggap mempunyai nilai inheren, intrinsik, dan sudah terberi [sudah ada pada musik itu sendiri tanpa perlu diberi atau ditambahkan]. Dengan posisinya yang ‘di luar sana’, secara relatif mudah musik dapat kita ‘urai’ apa saja unsur-unsur penyusunnya. Sudut pandang ini akan lebih banyak memberikan uraian objektif dan definit tentang apa itu musik.

Sudut pandang yang kedua adalah menempatkan musik ‘di dalam’ subjek. Sudut ini melihat musik sebagai sebuah pengalaman yang sifatnya personal, kompleks, situasional dan tidak dapat direplikasi. Dengan sifat-sifat tersebut musik bukanlah untuk diformulasikan, dipastikan. Musik menjadi satu dengan subjek yang mengalaminya dalam campuran dan kombinasi yang unik dan harmonis dari kondisi fisik, mental, spiritual, sosial, budaya, ideologi, bahkan mungkin juga politik, dan sebagainya. Sudut pandang ini lebih banyak memberikan gambaran subjektif pengalaman apa yang kita dapat dari musik.

Saya yakin, tanpa perlu dipusingkan oleh kedua sudut pandang di atas, kita tahu benar apa itu musik. Tanpa perlu mendefinisikannya kita [masing-masing] tahu mana yang musik, mana yang bukan. Lebih advance lagi, saya yakin kita bisa dengan mudah membedakan mana yang keroncong, mana yang rock ‘n roll. Dalam tingkat yang lebih personal, kita mempunyai musik/ lagu/ komposisi yang sangat kita sukai, yang menjadi favorit kita masing-masing, yang sangatlah mungkin berbeda dengan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa selain mempunyai kualitas-kualitas objektif, musik sarat akan subjektivitas. Musik adalah sebuah pengalaman.

Pengalaman musikal menjadi kunci dari makna yang kita dapatkan [atau kita berikan] dari keterlibatan kita dengan musik. Musik bukanlah resep/ formula yang serta merta akan manjur mengatasi masalah-masalah tertentu dalam kehidupan kita. Tanpa keterlibatan aktif kita terhadapnya dan makna yang kita dapatkan atau kita berikan atasnya, musik tidak akan berbicara banyak dalam peningkatan kualitas hidup kita. Hal senada dikemukakan oleh Prof. Alexandra Lamont yang mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa hanya dengan mendengarkan musik dapat memberi pengaruh pada kecerdasan maupun emosi anak.

Mengambil dari sudut pandang John Dewey [1938], pengalaman adalah sebuah keutuhan proses dan interaksi antara manusia dengan suatu kejadian. Suatu kejadian mensuksesi kejadian lainnya, terus-menerus, dimana di dalamnya terjadi interaksi diri [dengan segala aspeknya: kognisi, afeksi, psikomotor] dengan lingkungannya. Hal yang sama juga terjadi dalam sebuah pengalaman musikal. Kompleksitas tersebut terjadi saat kita benar-benar terlibat dengan musik. Karenanya kita bisa merasa senang atas bebunyian yang terjadi, bersemangat, lega, mengutak-atik akal dan duga, bernostalgia, terbawa dalam mood tertentu, dan berbagai macam pengaruh lainnya. Secara alamiah, inilah yang kita rasakan saat terlibat dengan musik.

Dalam teorinya tentang peak experience, Abraham Maslow mengatakan bahwa salah satu moda yang dengan mudah bisa membawa kita dalam pengalaman yang sungguh dalam tersebut adalah musik [selain seks]. Dan konsep peak experience yang diajukan Maslow tersebut merupakan pencapaian tertinggi pada tingkat aktualisasi diri. Pada titik inilah hubungan manusia–musik dapat dilihat sebagai sarana pendidikan. Pendidikan [education dalam bahasa Inggris] berakar kata dari bahasa Latin educare yang artinya mengaktualkan potensi manusia. Musik memberi kita peluang bagi memperoleh pengalaman yang dapat mengaktualkan potensi kita sebagai manusia. Kepercayaan bahwa potensi manusia pada dasarnya adalah baik sangat diperlukan untuk dapat membawa praktik musik dalam peningkatan kualitas hidup.

Kealamiahan pengalaman kita dengan musik ini juga merupakan penguat dari teori yang mengungkapkan bahwa manusia [semua orang, kecuali yang mengalami amusia atau kerusakan otak parah] adalah musikal: mampu menginderai dan menikmati musik. Saya termasuk orang yang percaya benar dengan pandangan/ teori itu dan begitu antusias untuk mempropagandakannya. Ini berarti besar [setidaknya bagi saya]: setiap orang mempunyai bekal untuk bisa mengaktualkan potensinya lewat musik.

MEMBERI NILAI PADA MUSIK [VALUING MUSIC]

Musik tidak pernah tidak, selalu berkaitan dengan nilai. Semua studi yang melihat hubungan musik dengan manusia menunjukkan bahwa musik [tidak pernah tidak] mempunyai nilai dalam kehidupan manusia. Lebih lanjut lagi, musik diyakini ada [atau diadakan] untuk melayani nilai tertentu [religius, ekonomis, ekspresi, komunikasi, politis, dan lainnya].
Dari sudut pandang pertama tentang apa itu musik [yang melihat musik ‘di luar’ sana], musik diyakini mempunyai nilai inheren dan sudah terberi padanya: musik sudah bernilai dari ‘sana’nya. Suatu karya musik yang baik adalah penataan yang baik dari elemen-elemen suara/ bunyi sesuai dengan standar tertentu. Tidak jarang orang dengan sudut pandang ini akan dengan mudah membandingkan mutu musik klasik dengan musik dangdut [sebagai contoh]. Dari sudut pandang ini, praktik musik dilihat sebagai upaya untuk mengaktualkan nilai-nilai inheren yang dimiliki musik: bagaimana menampilkan suatu karya agung agar sesuai benar dengan maksud si komposer; bagaimana ‘menjual’ musik tertentu agar sesuai dengan karakter dan nature suatu karya; bagaimana cara yang paling tepat menikmati suatu karya musik; dan sejenisnya.

Sedangkan dari sudut pandang kedua yang melihat musik adalah sebuah pengalaman subjektif, nilai adalah sesuatu yang kita berikan [assign] pada musik dan praktiknya. Subjektivitas sebuah pengalaman menjadikan kita sebagai agen proaktif dalam pemberian makna atas praktik dengan musik. Setiap jenis musik [yang merupakan hasil dari praktik musik] mempunyai nilai yang sangat khas, yang tidak mudah [kalau tidak bisa dibilang tidak mungkin] untuk dibandingkan satu dengan lainnya dalam hal nilai. Nilai ekspresi jatuh cinta “Für Ellise” karya Beethoven tidak begitu saja bisa dibandingkan dengan ekspresi yang sama pada lagu folk Sunda “Bubuy Bulan” [sebagai contoh]. Musik bukan saja tata bunyi, lebih dari itu interaksi kompleks elemen intramusikal [nada, temporal, timbre, dan dinamika] dan ekstramusikal [konteks, nilai personal-komunal, budaya, ideologi, politik, dan lainnya].

Tentunya kita tidak harus memilih satu saja dari dua sudut pandang tersebut. Pemahaman atas kedua wacana tersebut akan memperkaya kita dalam menentukan apa, mengapa, dan bagaimana praktik kita dengan musik dalam kesesuaiannya dengan tujuan kita, kondisi saat ini, dan tantangan saat ini dan masa depan.

Lebih dari dua dekade terakhir ini, kita banyak di'bombardir' dengan data-data [baik yang empirik maupun spekulatif] tentang pentingnya musik bagi perkembangan anak-anak. Dari mulai pengaruhnya terhadap kemampuan bahasa, berhitung, spasial, juga kedisiplinan anak. Salah satu contohnya adalah demam Efek Mozart. Tidak sedikit orang tua yang kemudian 'berlomba' memberikan stimulasi musik kepada anaknya dalam dosis dan formula tertentu. Tujuannya adalah agar anak-anak mereka cepat berkembang kemampuan bahasanya, jenius dalam matematika, serta disiplin di rumah dan di sekolah. [Sayangnya] hanya musik-musik tertentu saja yang secara populer dianggap pasti memberikan efek manjur [banyak juga yang menganggapnya sah secara ilmiah]. Kenyataan ini banyak dilirik oleh para ‘pengamat-pengisi peluang’ [saat ini banyak yang memberikan istilah pada orang-orang tersebut sebagai enterpreneur] sebagai celah untuk berbisnis –dalam konotasi yang sempit, peluang untuk menghasilkan profit saja tanpa usaha keras mensustain benefit. Kita banyak melihat bungkusan susu balita dengan bonus CD yang berisi lagu-lagu yang dapat membuat mereka cerdas; di toko-toko rekaman musik audio banyak dijual album “Musik untuk Bayi Anda”, “Musik untuk Membuat Anak Jenius”, dan sejenisnya. Tidak sedikit juga para orangtua yang segera mencari institusi-institusi pendidikan untuk anak usia dini yang memberikan pelajaran musik, tanpa merasa perlu dengan teliti dan bijaksana mempedulikan dan mempertimbangkan pendekatan apa yang digunakan dan bagaimana jalannya pendidikan musik yang akan dialami putra-putrinya [kabar gembira bagi advokasi pendidikan musik bagi anak!]. Musik dianggap sebagai zat mujarab yang dapat mengatasi masalah perkembangan anak. Kenyataan ini berlanjut pada makin senjangnya status sosial dimana musik yang ‘baik’ menjadi barang ekslusif yang hanya bisa didapat dan digunakan oleh mereka yang mampu mengadakannya sesuai formula dan dosis yang dianjurkan.

Benarkah hal-hal ini yang ditawarkan musik untuk anak-anak kita? Nilai apa yang perlu kita jadikan pedoman, panduan, dan tujuan dalam memfasilitasi praktik musik putra-putri kita?

Dari Pendekatan Keamanan ke Fokus pada NILAI

Dewasa ini, musik untuk anak banyak dilihat sebagai sarana bantu anak mendapatkan masa depan yang aman. Orangtua banyak mengharapkan agar dengan musik, anak-anaknya kelak akan sukses. Kebanyakan dari mereka menekankan prioritas pada tangibility hasil pendidikan musik: “Setelah sekian bulan, anak saya bisa memainkan lagu apa saja?”, “Kalau ikut kursus di sini, anak saya bisa main di konser dong?”, dan sejenisnya. Sayangnya institusi-institusi pendidikan musik merasa perlu juga menaruh prioritas yang sama agar tidak kehilangan calon siswanya [pada ‘jaman’ sekarang, fakta ini seringkali harus ditanggapi dengan maklum]. Hal ini berlanjut pada fokus pengajaran yang menekankan pada ‘bagusnya’ atau ‘ketidaksalahan’. Saat menampilkan musik, penekanannya adalah ‘jangan sampai salah’, ‘mainlah dengan aman’. Untuk menyampaikan penekanan ini, beberapa pendidik merasa bahwa cara paling ‘aman’ adalah memberi penekanan instruksional hanya pada elemen-elemen intrinsik musik: memainkan nada dengan tepat, eksekusi ritmik benar, dinamika dapat dimainkan dengan tepat, bahkan mimik muka pun harus ‘benar’ [dengan dalih bahwa hal-hal ini adalah indikator tingkah laku musikal yang karenanya harus dapat diukur]. Tidak sedikit para pendidik musik yang menerapkan kendali otoritarian karena cara ini dianggap sangat efisien untuk mengarahkan anak pada pencapaian tingkah laku terukur yang diinginkan. Hukuman menjadi alat untuk membentuk tingkah laku yang ingin dicapai, apapun bentuk hukumannya [dari setrap, tanpa ‘tedeng aling-aling’ membandingkan performance anak yang belum ‘baik’ dengan anak lain yang sudah lebih ‘baik’, atau mengabaikan anak yang belum menunjukkan tingkah laku yang diharapkan]. Penekanan pada ‘ketidaksalahan’ berlanjut pada cara mengevaluasi yang hanya berfokus pada jumlah munculnya tingkah laku menampilkan musik: si A sudah 80% tidak salah, si B tidak pernah mau memainkan instrumen, si C tidak pernah salah dalam memainkan lagu, dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri beberapa hal tersebut: fokus pada tangibility [sehingga bisa ‘mudah’ terukur], frekuensi/ kuantitas ‘kemunculan’ tingkah laku, kendali melalui hukuman, adalah hal-hal yang kita dapatkan dalam pendidikan yang kita alami selama ini. Hal-hal itu jugalah yang didapat oleh banyak pendidik saat mereka belajar tentang apa, mengapa, dan bagaimana berlangsungnya pendidikan. Dan [bisa jadi] ini adalah cara efektif untuk dapat mengukur keberhasilan pendidikan.

Pada titik inilah kita perlu untuk melihat lagi, keberhasilan seperti apa yang kita harapkan dari keterlibatan anak-anak kita dengan musik. Lebih mendasar lagi, kita perlu menentukan nilai apa yang akan kita berikan pada praktik musik [dan oleh karenanya nilai apa yang kita berikan pada musik itu sendiri]. Secara tidak sadar orangtua dan pendidik membebankan pada musik suatu ‘tugas’ untuk menyelesaikan permasalahan anaknya di masa depan: agar anak saya pandai matematikanya, sehingga NANTI nilai matematikanya bisa baik, sehingga NANTI nilai ujiannya baik, sehingga NANTI mudah mencari sekolah yang baik, sehingga NANTI bisa lulus dengan nilai yang baik, sehingga NANTI bisa mudah mencari pekerjaan, sehingga NANTI bisa memperoleh keamanan hidup, dan seterusnya. Tentulah keinginan ini tidak salah. Darwin pun akan setuju bahwa pemikiran ini diperlukan agar keturunan kita bisa selamat kelak. Poin yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah ajakan untuk melihat dengan rendah hati dan sederhana, apa yang kita rasakan dan harapkan dari musik untuk kehidupan kita. Hal-hal tersebut adalah yang dimaksud dengan NILAI.

Dari sekian banyak informasi tentang pentingnya musik bagi perkembangan anak, sedikit sekali yang melihat dan membahas bahwa salah satu pengaruh sederhana dan kuat dari musik terhadap anak-anak adalah memberikan pengalaman yang sangat indah yaitu SENANG. Pengalaman sederhana nan indah ini sedikit dilihat sebagai hasil yang dituju dari praktik musik. Begitu juga dengan NILAI yang lain: Kedamaian, Kasih Sayang, Respek, Kesederhanaan, Kejujuran, Toleransi, Kerjasama, Persatuan, Kebebasan, Kerendahhatian, Tanggung Jawab.

Pendekatan ‘keamanan’ dalam pendidikan musik perlu untuk dirubah dengan pendekatan dan fokus pada NILAI. Yang saya maksud dengan NILAI di sini adalah hal-hal berharga yang selain bermakna personal namun tidak bisa dipungkiri universal sifatnya, yang akan membantu kita bersama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Saya yakin, kita semua, masing-masing dan bersama-sama rindu akan Kedamaian, Kasih Sayang, Respek, Kesederhanaan, Kejujuran, Toleransi, Kerjasama, Persatuan, Kebebasan, Kerendahhatian, Tanggung Jawab. NILAI-NILAI tersebut kita butuhkan, semua dari kita, tanpa terkecuali.

Agar dapat teraktualkan, NILAI-NILAI tersebut mensyaratkan suasana yang juga bermuatan NILAI: suasana yang memberikan perasaan dihargai, dicintai, bernilai, dipahami, dan aman. Dengan terciptanya suasana bermuatan NILAI, aktualisasi potensi diri adalah sebuah keniscayaan. Apa implikasi interlude singkat tentang NILAI ini pada praktik kita dengan musik?

IMPLIKASI PADA PRAKTIK MUSIK
Memberi makna dan nilai pada musik sebagai suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan mengimplikasikan pemberian sikap positif kepada musik. Musik tidak hanya sekedar dipandang sebagai suatu rangkaian bunyi yang harus dimainkan/ didengarkan, dijual, dikompetisikan, namun –lebih sederhana dari itu– adalah rangkaian bunyi yang indah, yang jika disimak lebih dalam bisa menyampaikan sesuatu yang berharga kepada kita.

Menyimak adalah moda utama dalam praktik musik. Tanpa kegiatan ini, kualitas intrinsik musik tidak akan dapat kita inderai dan oleh karenanya mustahil memberi makna atas praktiknya. Seluruh praktik musik harus berputar di sekeliling kegiatan menyimak: baik itu membuat musik, mendokumentasikan musik, menampilkan musik, maupun komposisi dan improvisasi. NILAI apa yang dapat kita dapatkan (atau lebih lanjut kita berikan) dalam menyimak? Menyimak membolehkan kita untuk merasakan apa yang disampaikan; menyimak memberi kita kesempatan untuk mengikutsertakan diri kita dalam sebuah pengalaman yang utuh; menyimak mengajarkan penghargaan atas hal-hal yang ada di luar diri kita, sekaligus menghargai diri kita sendiri yang sedang menjalani sebuah pengalaman.
Musik tidak akan dapat kita alami jika ia tidak teraktualkan. Partitur musik secanggih apapun tidak akan menjadi musik ketika ia tidak dimainkan; poster seorang rock star tidak akan memberikan pengalaman musikal jika tidak ada lagu yang terdengar darinya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas membuat musik (music-making) sangatlah penting dalam praktik musik. Anak-anak perlu untuk mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk membuat musik. Kesempatan ini melatih anak untuk dapat mengatasi kesenjangan antara kemampuan musiknya dan tantangan musikalnya. Kesesuaian antara kemampuan musik dan tantangan musikal akan mengarah pada perkembangan diri, pemahaman diri, kenikmatan musikal, dan juga toleransi. Ketidaksesuaian antara keduanya akan mengakibatkan perasaan tertekan atau kebosanan.

Akomodasi dan pengenalan (atau bahkan mungkin pendalaman melalui praktikum) atas beberapa jenis/ style/ genre dalam praktik musik juga merupakan cara yang tepat bagi anak-anak kita untuk dapat memahami kekayaan pengalaman dari berbagai budaya. Hal ini tentunya akan memfasilitasi toleransi mereka atas budaya lain. Anak-anak akan mendapatkan kekayaan nilai musikal (intra dan ekstra-musikal) dari praktiknya dengan beberapa jenis musik.

Suasana musikal yang menyelimuti praktik musik anak-anak kita harus diperkental dengan suasana yang bermuatan nilai. Ruangan yang penuh dengan pigura berisi diagram alat-alat musik, poster musisi, dan musical notation chart tidak akan membuat anak menjadi musikal tanpa adanya suasana yang sederhana dan menjamin perasaan positif pada anak yang akan membuat mereka siap untuk mengalami musik dan memberi makna atasnya. Pemberian sikap positif ini juga mengimplikasikan semangat dan perasaan gembira dalam mengikuti kegiatan musik. Bagi anak-anak usia dini [0-6 tahun] musik seyogyanya adalah suatu kegiatan yang menyenangkan baik dari saat persiapan, proses belajar, dan saat menikmatinya. Mari kita ingat-ingat lagi betapa senangnya kita mendengarkan orangtua kita meninabobokan kita dengan suaranya yang indah [atau pas-pasan]; betapa senangnya kita menyanyikan lagu-lagu mengiringi permainan bersama teman-teman; betapa antusiasnya kita membuat sendiri alat yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian yang unik!
Model musikal sangat diperlukan anak-anak dalam keberhasilan praktik mereka dengan musik. Model yang baik akan dapat memacu dan menjaga motivasi anak dalam berpraktik musik. Lebih lanjut lagi, banyak sekali nilai-nilai positif yang dapat kita ajarkan kepada anak-anak kita jika kita mengajarkan kepada mereka bahwa musik adalah suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan. Jika model musikal adalah mereka yang tidak memberi nilai positif pada musik, akan sulit bagi anak-anak kita untuk berpraktik musik dengan motivasi yang juga positif. Disiplin, konsistensik fleksibilitas, ceria, antusias, kerja keras, rendah hati, jujur, adalah beberapa dari kualitas-kualitas yang sangat diharapkan anak-anak dari kita yang mereka jadikan model/ teladan.

Memberi makna dan nilai pada musik sebagai suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan adalah pintu gerbang utama bagi kita untuk dapat mengalami pengaruh positifnya. Pemeliharaan relevansi praktik musik dan nilai dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan tugas kita untuk mengamankan anak-anak dari situasi yang membingungkan. Anak-anak kita perlu untuk mendapatkan pengalaman langsung dimana praktik musik yang baik akan membawa kita pada aktualisasi nilai. Lingkaran ‘jahat’ yang tertampil dalam kehidupan sehari-hari yang [untuk sebagian orang] memaparkan ‘fakta’ bahwa kehidupan bermusik tidak dapat menjamin kelangsungan hidup [atau justru membawa pada penderitaan] perlu kita hapus dan kita nyatakan dengan bukti-bukti sederhana yang menyejukkan. Hidupnya musik dalam beberapa komunitas atau beberapa komunitas yang berbasiskan seni/ musik banyak yang bisa dijadikan contoh baik bagi anak-anak kita dalam memperluas wawasannya akan praktik musik. Atau bahkan mungkin Anda bisa membentuk sendiri komunitas seperti itu di lingkungan Anda ☺
Read more...

Pada Akhirnya

Sejak 2 tahun yang lalu dia sudah ada di hatiku. Ku mencintainya sejak pandangan pertama. Segala usaha aku lakukan untuk mendapatkan hatinya. Aku tahu ku pernah meninggalkannya, tapi pada akhirnya aku kembali lagi kepadanya. Aku tak pernah sedikitpun ada niat untuk memainkanmu. Apapun yang kamu minta, apapun yang buat kamu bahagia aku lakukan. Tetapi sekarang, di saat aku benar-benar butuh kamu ada di sampingku, kamu pergi begitu saja. Kamu membuang aku begitu saja. Aku tak tahu salahku, hatiku hanya buat kamu. Tapi aku tahu jika aku hanyalah orang yang takkan bisa ada di hatimu meskipun cintaku besar kepadamu. Ku berharap kamu bisa bahagia dengan semua keputusanmu ini. Aku takkan menangis lagi untuk hal ini. Aku anggap semuanya telah usai dan semuanya telah berakhir. Kamu telah dapetin mimpi kamu untuk hidup bebas dan aku mendapatkan kenyataan bahwa kamu bukan milikku. aku berterima kasih atas semua kebohonganmu selama, terima kasih atas kenangan indah di antara kita, terima kasih kamu dah pernah perhatian ke aku selama ini. Semoga kehidupanmu lebih baik setelah ini



Read more...

Monday, September 7, 2009

Huft!!!

SEtelah ku mendapatkan kebahagiaanya denganya sekarang aku harus menyesal karena tingkah lakuku sendiri. Aku tahu aku yang salah. Tapi jujur aku gak tahu kenapa aku jadi kayak gini, aku pingin jadi kayak diriku yang dulu yang buat dia jatuh cinta k aku! Aku benar-benar cinta sama dia. Hari ini dia sakit mungkin karena ulahku, tapi kenapa aku tak merasa jera dan tak ingin merubah sikap emosionalku? Aku tahu mau dia tapi kenapa aku tak mau melakukannya? Apa aku tak tulus ke dia? tapi kenapa rasa cinta ini bertahan lama meskipun aku tersakiti?
Aku merasakan bahwa diriku bukanlah jiwaku sebenarnya. Lalu siapa jati diriku sebenarnya?
Aku ingat akan kisah-kisah indah di saat aku dan dia berdua, di saat di mana dia perhatian, pengertian dan cinta sama aku. Aku merindukan saat-saat indah bersamanya. Tapi semuanya aku hancurin begitu saja. Betapa bodohnya diriku? betapa tak bergunanya diriku?
satu pertanyaan yang selalu membayangiku, mengapa aku berubah? mengapa?MENGAPA!!!
Silfira, aku benar-benar sayang sama kamu, maaf jika akhir-akhir ini aku dah nyakitin kamu. Aku berjanji aku bakal jadi seperti kayak dulu lagi, jadi diriku yang sebenarnya.
Silfira tolong jangan pernah tinggalin aku, aku tahu kamu juga sayang aku.


Read more...

Thursday, August 20, 2009

Sejarah Musik Jepang

JAPANESE MUSIC BEFORE MEIJI (1862) JEPANG MUSIC SEBELUM Meiji (1862)

The precise origins of the Japanese people are not known although since ancient times waves of migrating cultures have added their influence to what was already there. Yang tepat berasal dari Japanese people meski tidak dikenal sejak kuno kali gelombang migrasi dari budaya telah menambahkan mereka untuk mempengaruhi apa yang sudah ada. Even today, the Japanese absorb foreign culture in a unique way, but maintain a strong independence. Bahkan hari ini, di Jepang menyerap budaya asing dalam cara yang unik, tetapi mempertahankan kemerdekaan yang kuat. As well as Chinese, Mongolian, Korean and Southeast Asian influences, there appears to be something that is indigenously Japanese. Seperti halnya Cina, Mongolia, Korea dan Asia Tenggara pengaruh, nampaknya ada sesuatu yang indigenously Jepang. It is generally believed that the Yamato people were the first to develop the concept of an imperial clan, the Yamato clan originating in Kyushu the southernmost of Japan's main islands, from there gradually spreading throughout the islands. Any music during this period was largely primitive, essentially working and 'folk' songs. Hal ini umumnya percaya bahwa Yamato orang pertama untuk mengembangkan sebuah konsep imperial marga, marga yang berasal Yamato di Kyushu di selatan dari pulau utama Jepang, dari sana bertahap tersebar di seluruh pulau. Setiap musik selama periode yang sangat primitif, dasarnya bekerja dan 'kaum' lagu. More complex music is believed to have come from China or Korea, and indeed it is from China that ancient Japanese music originated. The first documented evidence of Chinese music entering Japan relates back to the third century. Musik yang lebih kompleks diyakini telah datang dari Cina atau Korea, dan memang itu dari Cina kuno yang berasal musik Jepang. Pertama didokumentasikan bukti musik Cina memasuki Jepang berkaitan kembali ke abad ketiga. The Nara period, (710-794) is the first major historic period in Japan, and the first international period in Japanese music history. Pada periode Nara (710-794) adalah utama sejarah periode pertama di Jepang, dan internasional pertama periode sejarah musik di Jepang. Court music came from China, Korea and India, and was mostly played by foreign musicians. Pengadilan musik berasal dari Cina, Korea dan India, dan sebagian besar telah dimainkan oleh musisi asing. Folk music had continued to develop in it's relation to dance and festivals in villages throughout Japan, while Buddhist ritual music became well known during this period. Musik yang terus berkembang dalam kaitannya dengan itu dan festival tari di desa-desa di seluruh Jepang, sementara Buddha upacara musik menjadi terkenal selama periode ini.

Chinese influences were beginning to be assimilated and modified during the Heian period (794-1185). Pengaruh Cina telah mulai diasimilasikan dan dimodifikasi selama periode Heian (794-1185). Instruments were still essentially Chinese, but the musicians were Japanese, and the music gradually developed Japanese characteristics. Instrumen masih dasarnya Cina, tetapi juga musisi Jepang, dan musik Jepang karakteristik dikembangkan secara bertahap. The Kamakura period (1185-1333) was the era of the Shogun . Kamakura pada periode (1185-1333) adalah era yang SHOGUN. The international characteristics had largely disappeared, and court music was declining. Internasional karakteristik sebagian besar telah lenyap, dan pengadilan telah menolak musik. Instead there was an emphasis on Buddhist chants, vocal and dramatic music. Tetapi ada penekanan pada Buddha chants, vokal dan musik dramatis. Dramatic and theatrical music continued to flourish during the Muromachi period (1333-1568), preparing the way for noh drama. Dramatis dan sandiwara musik terus berkembang Muromachi selama periode (1333-1568), untuk mempersiapkan jalan noh drama. At the same time, shakuhachi bamboo flute began to be heard, played by wandering priests. Pada saat yang sama, seruling bambu shakuhachi mulai didengarkan, dimainkan oleh wandering imam. Noh continued to flourish during the Azuchi-Momoyama period (1568-1600), also noted as the era during which the sanshin (lute) was introduced to Okinawa, soon to arrive on the Japanese mainland and transformed into the shamisen. Noh terus berkembang selama Azuchi-Momoyama periode (1568-1600), juga tercatat sebagai era yang selama sanshin (lute) telah diperkenalkan ke Okinawa, untuk segera tiba di Jepang daratan dan ditransformasikan ke dalam shamisen. The Edo period (1600-1868) marks a period of status quo, and the development of a bourgeois art and the development of the pleasure quarters of the bigger cities. Pada periode Edo (1600-1868) tanda masa status quo, dan perkembangan seni borjuis dan pembangunan tempat kenikmatan yang lebih besar dari kota. Shamisen, koto and shakuhachi all flourished during this period. Shamisen, dan Koto shakuhachi semua flourished selama periode ini.

PERIODE SEBELUM THE Meiji-Instrumen

There are three important and representative Japanese traditional instruments. The three stringed shamisen is thought to have derived from the middle east and arrived in Japan in the 16th century. Terdapat tiga wakil penting dan instrumen tradisional Jepang. Ketiga gesekan shamisen adalah untuk memiliki pemikiran yang berasal dari timur tengah dan tiba di Jepang pada abad ke 16.. Its predecessor was the Okinawan sanshin, which itself arrived from China. Para pendahulu adalah Okinawan sanshin, itu sendiri yang tiba dari Cina. The shamisen is the backbone of kabuki music, is played by geishas, and is the main instrument of most folk music. Shamisen yang merupakan tulang punggung Kabuki musik, dimainkan oleh geishas, dan merupakan yang paling utama instrumen musik. The body (do) is made of four pieces of wood, covered in catskin or in cheaper models dogskin or plastic. The neck is also made of wood, it's thickness varying with the type of music performed. Tubuh (lakukan) terdiri dari empat potong kayu, yang tercakup dalam catskin atau murah model dogskin atau plastik. Leher yang juga terbuat dari kayu, maka dengan ketebalan beragam jenis musik dilakukan. The shamisen has a unique tone with a drum like snap. Shamisen yang memiliki keunikan nada dengan drum seperti snap.

The shakuhachi is an end blown bamboo flute, with its origins also in ancient China. Shakuhachi yang merupakan akhir ditiupkan seruling bambu, dengan asal juga kuno di Cina. The modern shakuhachi is a product of the Edo period, (early 17th to mid-19th century) it's development largely due to Shakuhachi yang modern adalah produk dari periode Edo, (17. Awal sampai pertengahan abad ke-19) itu sebagian besar disebabkan oleh pembangunan komuso , a kind of wandering priest. komuso, sejenis imam para pengunjung. Even today, these basket hatted men can occasionally be seen on the streets of Japan, their ranks filled by ronin, masterless samurai who had lost their original rank during the violent struggles of the sixteenth century. Bahkan hari ini, keranjang ini hatted laki-laki kadang-kadang dapat terlihat di jalanan di Jepang, mereka peringkat diisi oleh ronin, samurai masterless yang telah kehilangan asli peringkat selama kekerasan perjuangan dari abad keenambelas. These ex-samurai even enlarged the instrument to make it double up as a weapon. Ex-samurai ini bahkan diperbesar dengan instrumen agar meringkuk sebagai senjata. In the late Edo period the shakuhachi was used in koto ensemble music. Edo pada akhir periode yang digunakan dalam shakuhachi Koto ansambel musik. This perhaps saved the shakuhachi during the early Meiji period, when Japanese music was considered uncivilized. Ini mungkin menyelamatkan shakuhachi pada awal periode Meiji, musik Jepang ketika dianggap tak beradab. As a fairly western sounding instrument, the shakuhachi has been involved in many new experiments in new music. Shakuhachi ensembles have developed, shakuhachi has been used in jazz music, many foreigners have learnt to perform it. Seperti yang cukup keras instrumen barat, yang shakuhachi telah banyak terlibat dalam percobaan baru dalam musik. Shakuhachi ensembles telah dikembangkan, shakuhachi telah digunakan dalam musik jazz, banyak orang asing yang belajar untuk melakukan itu. Ironically, the foreign players have increased interest, but the real aesthetic center of shakuhachi music is in personal and private performances. Ironisnya, pemain asing telah meningkatkan minat, tetapi yang benar-benar estetis pusat shakuhachi musik dalam pribadi dan swasta performances. The instrument and music are best designed for introspection. Dengan instrumen musik yang terbaik dan dirancang untuk introspeksi.

In contrast to the theater tradition of the shamisen, the koto developed out of a court tradition for daughters of the rising classes and nobility. The koto has it's origins in China as well, specifically the seven stringed zither, the qin. Kontras ke teater tradisi yang shamisen, Koto yang dikembangkan dari tradisi pengadilan untuk anak yang naik kelas dan bangsawan. The Koto itu berasal dari di Cina juga, khususnya tujuh gesekan celempung, yang qin. One of the biggest developments in koto music occurred at the end of the 17th century, with the founding of a new style of koto music, based on existing shamisen forms. Salah satu yang terbesar dalam perkembangan musik Koto terjadi pada akhir abad ke-17, dengan mendirikan sebuah gaya baru musik Koto, berdasarkan bentuk yang ada shamisen. Koto was combined with shamisen to emphasize the instrumental part more than the vocal. Koto shamisen telah digabungkan dengan menekankan instrumental ke bagian lebih dari vokal. Up until this time, the koto had largely been a vocal accompanying instrument. In the twentieth century, koto music has largely been based on western compositions. Sampai saat ini, Koto yang sebagian besar telah menjadi instrumen vokal mendampingi. Pada abad kedua puluh, Koto musik sebagian besar telah dilakukan berdasarkan komposisi barat. One of Japan's greatest composers was Michiyo Miyagi, whose compositions satisfied those who were yearning for a new Japanese music, and often compared to the likes of Debussy. Jepang salah satu dari komposer besar adalah Michiyo Miyagi, komposisi yang puas kasihan orang-orang yang baru untuk musik Jepang, dan sering dibandingkan dengan senang dari Debussy.

THE PERIOD Meiji (1862-1912)

During the Meiji period the floodgates opened and Western culture inundated the previously closed country. Selama periode Meiji floodgates yang dibuka dan budaya Barat yang sebelumnya ditutup keempohan negara. The samurai was crushed, the shogun displaced by the emperors rise to power. Samurai yang telah digerus, pengungsi yang SHOGUN oleh emperors menimbulkan daya. The first Western music in the Meiji era was brass band military music, as Japanese music was drowned out. Musik Barat yang pertama di era Meiji adalah kuningan band musik militer, seperti musik Jepang telah tenggelam keluar. Japan changed into an industrial country. Jepang berubah menjadi sebuah negara industri. Nationalism flourished, as did patriotic songs and marches. Nasionalisme flourished, sebagai lagu yang patriotik dan marches. The sense of national pride eventually began to have a positive effect on traditional music. Rasa kebanggaan nasional akhirnya mulai memiliki dampak positif pada musik tradisional. Court music opened to the public for the first time, and traditional music showed some resurgence of strength. Musik pengadilan dibuka untuk umum untuk pertama kalinya, dan musik tradisional menunjukkan beberapa kebangkitan kekuatan. Throughout history musicians have adapted foreign influences to eventually make something uniquely Japanese. Sepanjang sejarah ada musisi diadaptasi pengaruh asing untuk membuat sesuatu yang unik akhirnya Jepang. Today is no different. Hari ini tidak berbeda. Much so called Japanese 'roots' music is a mix of Japanese traditions with all kinds of extraneous influences, not only from the West, but from throughout the world. Banyak yang disebut Jepang 'akar' musik merupakan gabungan dari tradisi Jepang dengan segala macam pengaruh asing, bukan hanya dari Barat, tetapi dari seluruh dunia. Much of the music on this CD showcases the ability of musicians to adapt and absorb yet retain a sense of Japanese tradition. Sebagian besar musik pada CD ini menampilkan kemampuan musisi untuk mengadaptasi dan menyerap namun tetap terhadap tradisi Jepang.

Folk SONGS - MIN'YO

Before Westernization, popular songs in Japan were known as zokuyo . These songs had no western influences. Sebelum pembaratan, lagu yang populer di Jepang yang dikenal sebagai zokuyo. Lagu ini tidak memiliki pengaruh barat. The most popular songs were known as hauta (small song) Iyobushi (song of Iyo region) and Otsu-e bushi (songs on the picture of Otsu) Until around 1850,popular music was regional, hauta being one of the first national musics. Lagu yang paling populer yang dikenal sebagai hauta (kecil lagu) Iyobushi (lagu dari daerah Iyo) dan Otsu e-Bushi (lagu pada gambar Otsu) Sampai sekitar 1850, musik populer adalah daerah, hauta menjadi salah satu musics nasional.

The term for regional music, or folk songs is min'yo . Istilah untuk daerah musik, atau lagu rakyat adalah min'yo. Farmers planting their rice crops, fishermen pulling in their nets and lullabies are constant themes. Petani menanam tanaman padi mereka, para nelayan dalam menarik jala mereka dan lullabies adalah tema konstan. Modern folk songs often refer to nostalgic references to these ways of life. Modern kaum lagu rindu selalu merujuk ke referensi cara ini untuk kehidupan. Songs of one district can be very different to those of an adjoining district. Lagu dari salah satu daerah bisa jadi sangat berbeda dengan orang-orang yang berdampingan kabupaten. Urban popular music with traditional elements has mostly been kept alive in Okinawa, while the Ainu , the indigenous Japanese who now live in the northern most island of Hokkaido also have their own unique songs and music. Perkotaan populer musik tradisional dengan unsur-unsur yang telah dipelihara kebanyakan hidup di Okinawa, sementara Ainu, yang pribumi Jepang yang sekarang tinggal di paling utara pulau Hokkaido juga memiliki keunikan lagu dan musik. Min'yo was originally sung by non-professionals, just ordinary people, but developed through the performance of professional female singers, ( geisha ), with a shamisen accompaniment. Min'yo pada awalnya dinyanyikan oleh non-professional, hanya orang biasa, tetapi dikembangkan melalui kinerja profesional perempuan singers, (Geisha), dengan iringan shamisen. The social status of folk songs was raised with the introduction of the shakuhachi at the beginning of the twentieth century. Status sosial kaum lagu telah dibangkitkan dengan berlakunya shakuhachi pada awal abad kedua puluh.

Although mass communication is thought to be generally harmful to traditions, it had some positive effect on min'yo. Meskipun komunikasi massa adalah pemikiran yang akan merusak tradisi umumnya, ia memiliki beberapa efek positif pada min'yo. Japanese radio broadcasts of folk singers began in the 1920s. Jepang radio siaran dari kaum singers dimulai di tahun 1920. Radio singers could reach a much wider audience, and traditions only previously only known in a particular area were now broadcast nationwide. Radio singers dapat menjangkau audiens yang lebih luas, dan hanya tradisi sebelumnya hanya dikenal di wilayah tertentu yang sekarang disiarkan secara nasional. Some of the singers became some of Japan's first national 'stars'. Beberapa singers menjadi beberapa Jepang pertama nasional 'bintang'. New songs or shin min'yo have been composed since this time to attract tourism and greater national awareness of a particular area. Lagu baru atau shin min'yo telah ada sejak waktu ini untuk menarik pariwisata dan kesadaran nasional yang lebih besar dari wilayah tertentu.

However, the real meaning and spirit of min'yo, is believed to have somehow gotten lost during the Meiji period of modernization in Japan in the second half of the 19th century. Namun, sebenarnya makna dan semangat min'yo, diyakini telah hilang entah gotten selama periode Meiji modernisasi di Jepang pada paruh kedua pada abad ke-19. The government strove hard to root out traditional culture, deemed not suitable for a western style nation. Berjihad pemerintah sulit untuk keluar akar budaya tradisional, yang dianggap tidak cocok untuk gaya bangsa barat. Many min'yo songs were re-written and only government approved min'yo came to be recorded or played on the radio. Banyak min'yo lagu yang ditulis ulang dan disetujui pemerintah hanya min'yo datang yang akan direkam atau diputar di radio. Pockets of true min'yo survived however in rural regions. Kantong yang benar min'yo bertahan namun di daerah pedesaan.

One of the most fertile areas is the Tsugaru region in the north east of Honshu. Salah satu daerah yang paling subur adalah Tsugaru wilayah di utara timur Honshu. In the past songs were sung by blind people as a means to earn a living. Di masa lalu lagu yang dinyanyikan oleh orang-orang buta sebagai salah satu cara untuk mendapat penghasilan. Singers would visit farms and houses, wandering the villages to sing and play the shamisen. Singers akan mengunjungi rumah dan peternakan, wandering desa untuk menyanyi dan bermain shamisen. When the Meiji government was established many musicians moved to Hokkaido, or traveled around as seasonal labourers. Tsugaru shamisen , and it's most representative song, Jonkara was one of the first instances of a folk song and music becoming well known throughout the country. Bila pemerintah Meiji didirikan banyak musisi dipindahkan ke Hokkaido, bepergian atau sekitar sebagai buruh musiman. Tsugaru shamisen, dan lagu yang paling representatif, Jonkara adalah salah satu contoh dari sebuah lagu rakyat dan musik menjadi terkenal di seluruh negara. The exciting style of playing Tsugaru shamisen has a long tradition, although it was only in 1925 that a solo part was introduced into Jonkara. Yang menarik gaya bermain Tsugaru shamisen memiliki tradisi yang panjang, walaupun hanya pada tahun 1925 yang merupakan bagian solo diperkenalkan ke Jonkara. The most important and virtuosic performer was Chikuzan Takahashi, the last of the blind artists. Dan yang paling penting adalah pemain virtuosic Takahashi Chikuzan, yang terakhir yang buta seniman. He died in 1998 aged 88. Dia meninggal pada tahun 1998 berusia 88.

BO N ODORI DAN ONDO - Festival Musik

Ondo is a generic term for folk songs that are often used to accompany the dances of the obon festival. Ondo adalah istilah generik bagi kaum lagu yang sering digunakan untuk menyertai tarian yang obon festival. During obon, it is said that the souls of ancestors return from the dead. Selama obon, ia mengatakan bahwa jiwa-jiwa leluhur kembali dari kematian. Traditionally obon falls in the middle of July, but according to the modern calendar it falls in the middle of August. Tradisional obon jatuh di tengah Jul, tapi menurut kalender modern itu jatuh di tengah Agustus. People return to their hometowns to visit their ancestors graves. Kembali ke masyarakat mereka hometowns mengunjungi makam leluhur mereka. At night they dance in a circle to comfort the souls. Tarian mereka pada malam hari dalam sebuah lingkaran untuk kenyamanan jiwa. Today it is more of a form of entertainment during the summer evenings. Hari ini adalah lebih dari satu bentuk hiburan malam selama musim panas. Older dances used no instrumental accompaniment, instead a chorus of singers. Pieces from the Edo period use flute, drums, shamisen or cassette recordings. Dancers hold fans and with hand gestures, leg and arm movements in unison move in a circle around the musicians, who are often on a tower covered in a red and white cloth. Lama tidak digunakan tarian iringan musik instrumental, instead of a chorus singers. Potongan dari periode Edo menggunakan flute, drum, shamisen atau kaset rekaman. Dancers terus fans dan dengan gerak-gerik tangan, kaki dan tangan gerakan berbareng bergerak dalam lingkaran di sekitar musisi, yang sering di menara dibahas dalam kain merah dan putih. One of most spectacular types of Ondo, is Kawachi Ondo from Kawachi in the south east of Osaka, formerly a farming district. Salah satu yang paling spektakuler jenis Ondo, adalah Kawachi Ondo dari Kawachi di selatan timur Osaka, sebelumnya sebuah daerah pertanian. The lyrics often describe current events and stories, and has been sung in this style since the Edo period. Lirik sering menjelaskan cerita dan kejadian terkini, dan telah dinyanyikan dalam gaya ini sejak masa Edo. In the early Meiji period, a new song from Shiga prefecture 50km north of Kawachi became popular, it becoming necessary to distinguish between the older and newer songs. Pada awal periode Meiji, sebuah lagu baru dari Prefektur Shiga 50km utara Kawachi menjadi populer, maka menjadi penting untuk membedakan antara lagu lama dan baru. The later songs became known as Goshu ondo . Lagu yang kemudian menjadi dikenal sebagai Goshu ondo. Generally there is one similar song used for Kawachi ondo, as the younger dancers prefer faster rhythms and electric instruments, the sound has developed in recent years to include reggae and other rhythms, with the most famous singer of the genre being Kawachiya Kikusuimaru. Umumnya terdapat satu lagu yang sama digunakan untuk Kawachi ondo, sebagai penari muda lebih cepat rhythms listrik dan instrumen, suara telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir untuk menyertakan rhythms reggae dan lainnya, dengan penyanyi yang paling terkenal dari genre yang Kawachiya Kikusuimaru.

Okinawa

The Okinawan version of Obon is the Eisa festival. The Okinawan versi Obon Eisa adalah festival. It is one of Japans' most colourful festivities, when hundreds of people parade down the street and dance the katcharsee , a wild dance to the sound of big booming taiko drums, echoed by the rattle of the hand held parlanque drum and the incessant cry of Eisa". While Japan's musical traditions have been largely forgotten or 'preserved' by societies, Okinawa is the country's only surviving enclave with a thriving and living local music rooted in a tradition. The 73 sub-tropical islands of Okinawa Prefecture stretch for over 700 km from Kagoshima (mainland Japan's southernmost Prefecture) almost to Taiwan. Situated at roughly mid-point is the largest island of Okinawa, a name sometimes used to encompass the whole archipelago, which is otherwise known under it's original kingdom name, the Ryukyu islands . The sub-tropical Ryukyu islands are some of the most beautiful to be found anywhere in the world; a paradise of white sand beaches, coral reefs and luscious tropical vegetation. Music is in the heart and blood of Okinawans. Their traditional music shima uta Ia adalah salah satu Japans' kebanyakan acara-acara yang penuh warna, ketika ratusan orang berpawai bawah jalan dan tarian yang katcharsee, sebuah tarian liar ke suara besar kerdum drum Taiko, echoed oleh gemeretuk dari tangan diselenggarakan parlanque drum dan gencarnya teriakan Eisa ". Walaupun Jepang dari musik tradisi telah lupa sebagian besar atau 'diawetkan' oleh masyarakat, Okinawa adalah satu-satunya negara dengan daerah kantong hidup yang berkembang dan hidup musik lokal berakar dalam tradisi. The 73 sub-tropis pulau Prefektur Okinawa stretch lebih dari 700 km dari Kagoshima (Jepang dari daratan selatan Prefektur) hampir ke Taiwan. Terletak di sekitar pertengahan-titik merupakan pulau Okinawa, nama kadang-kadang digunakan untuk mencakup seluruh nusantara, yang jika tidak dikenal di bawah ini asli kerajaan nama, Ryukyu pulau. sub-tropis Ryukyu beberapa pulau yang paling indah yang akan ditemukan di manapun di dunia; surga dari pantai berpasir putih, terumbu karang dan tumbuhan tropis luscious. Musik ada di dalam hati dan darah Okinawans. musik tradisional mereka Shima Uta meaning 'island songs' can be heard everywhere; on the beaches, in shops, restaurants and bars. berarti 'pulau lagu' dapat didengar di mana-mana; di pantai, di toko-toko, restoran dan bar. It seems all Okinawans love to sing and dance. Tampaknya semua Okinawans love to sing and dance.

Okinawa-Sejarah

The early history of Okinawa is shrouded in mystery and it's not known for sure where the Okinawan people came from. Awal sejarah shrouded di Okinawa adalah misteri dan tidak diketahui pasti dimana Okinawan orang datang. It's believed some came through Japan from northern Asia, some through the Korean peninsula from Mongolia, and others from Southeast Asia through The Phillipines. Ada beberapa percaya melalui Jepang datang dari utara Asia, melalui beberapa semenanjung Korea dari Mongolia, dan lain-lain dari Asia Tenggara melalui Filipina. The Ryukyu Islands have always been an important trading link between Southeast Asian countries and Japan, China and Korea. Kepulauan Ryukyu yang ada selalu penting perdagangan antara negara-negara Asia Tenggara dan Jepang, Cina dan Korea. This strategic position has resulted in a history of dominance from Okinawa's neighbours and feuding for it's control. Posisi strategis ini telah dihasilkan dalam sejarah dominasi dari Okinawa dari tetangga dan untuk itu feuding kontrol.

After an initial period of battling warlords and tiny kingdoms, in the 13th century the first Okinawan dynasty was established, after which the Ryukyu islands remained essentially independent, although at various times split into separate kingdoms. Setelah periode awal battling warlords dan kerajaan kecil, pada abad ke-13 pertama Okinawan dinasti didirikan, setelah mana Ryukyu pulau dasarnya tetap independen, meskipun di beberapa kali menjadi terpisah kerajaan. By the late 14th century a unified Ryukyu Kingdom emerged, and in the 15th century the capital was moved to Shuri, near to today's largest city and port of Naha on the main island. Pada akhir abad 14. Unified Ryukyu Kerajaan yang muncul, dan pada abad 15. Ibukota telah dipindahkan ke Shuri, hari ini di dekat kota pelabuhan dan Naha di pulau utama. Throughout this time, the country traded with China, Japan, Korea, and southeast Asia, and developed in language and culture in relative isolation. Selama ini, perdagangan dengan negara Cina, Jepang, Korea, dan Asia tenggara, dan dikembangkan dalam bahasa dan budaya dalam isolasi relatif. The kingdom later expanded to include the four island groups, of Amami in the north, through to the centrally located Okinawa main island, to Miyako in the west and Yaeyama to the south, each combining it's local culture with those of the many they came into contact with. Kerajaan kemudian diperluas untuk mencakup empat pulau kelompok, dari Amami di utara, hingga ke pusat utama terletak pulau Okinawa, untuk Miyako di sebelah barat dan Yaeyama ke selatan, masing-masing gabungan dari budaya lokal dengan mereka yang banyak mereka datang ke kontak dengan.

The reign of Sho Shin between 1477 and 1525 is considered especially important for the development of Okinawan culture and craft, remembered as 'the golden age of Chuzan'. Pemerintahan Sho Shin antara 1477 dan 1525 ini dinilai sangat penting untuk pengembangan kebudayaan dan kerajinan Okinawan, diingat sebagai 'emas usia Chuzan'. (Chuzan being the name given to Okinawa in the 15th century). (Chuzan nama yang diberikan kepada Okinawa di abad 15.). The sanshin, the three stringed snake skinned lute at the heart of all modern Okinawan folk music, is derived from the Chinese sanxien, and arrived in Okinawa during this time. The sanshin, tiga gesekan ular dikuliti lute di jantung dari semua Okinawan musik modern, berasal dari Cina sanxien, dan tiba di Okinawa selama ini. Originally, it was an instrument of the Ryukyu nobility who would play it as a court music for visiting Chinese envoys. Awalnya, ia adalah alat yang Ryukyu bangsawan yang akan bermain sebagai pengadilan musik utusan untuk mengunjungi Cina.

The islands were later invaded by the Satsuma province in southern Japan in 1609, and effectively became a colony of Japan until 1879. During this period however, local culture and music thrived. Pulau-pulau kemudian menyerang oleh Satsuma provinsi di selatan Jepang pada 1609, dan efektif menjadi koloni dari Jepang sampai 1879. Selama periode Namun, budaya lokal dan musik thrived. After Commodore Perry arrived in Naha in 1853, Britain, the US, France and Russia all tried to establish trading links with Okinawa. Setelah Commodore Perry tiba di Naha di 1853, Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan Rusia semua berusaha untuk membentuk hubungan perdagangan dengan Okinawa. Japan, not wishing to lose it's share of the cut, sent a force to invade the islands in 1879, afterwhich Okinawa was made a prefecture of Japan proper. Jepang, tidak ingin kehilangan itu porsi yang dipotong, yang dikirim sebuah kekuatan untuk menakluk pulau-pulau di 1879, dibuat afterwhich Okinawa prefektur Jepang yang benar.

SHIMA UTA (ISLAND SONGS) Shima Uta (PULAU SONGS)

With the disbandment of the Okinawan government, the nobility were forced to pay their own way, and as many had become competent musicians, some moved to different areas of the islands to teach the local communities. Folk traditions were given a new lease of life and the songs a sanshin accompaniment. Dengan disbandment dari Okinawan pemerintah, bangsawan terpaksa membayar sendiri, dan banyak telah menjadi musisi kompeten, beberapa pindah ke berbagai wilayah di pulau-pulau untuk mengajarkan masyarakat setempat. Folk tradisi diberi baru sewa dan kehidupan lagu yang sanshin iringan. On the outer islands, such as Yaeyama, formerly vocal only working songs, Yunta and Jiraba were set to sanshin, or the oldest of all, sacred songs called Aoyo . Di luar pulau, seperti Yaeyama, sebelumnya hanya bekerja vokal lagu, Yunta dan Jiraba telah ditetapkan ke sanshin, atau paling tua dari semua, lagu yang disebut Aoyo suci. In this way too, original songs were composed, which gave rise to what's known today as shima uta -island songs. Dengan cara ini juga, asli lagu yang terdiri, yang memberi menimbulkan apa yang dikenal sebagai hari ini Shima Uta pulau-lagu.

Regarded as the first major figure of folk music, Choki Fukuhara was born in 1903 and composed many, now classic, songs and established Marafuku Records, the most important local label. Dianggap sebagai tokoh utama yang pertama dari kaum musik, Choki Fukuhara lahir di 1903 dan terdiri banyak, sekarang klasik, lagu dan didirikan Marafuku Records, yang paling penting label lokal. It's a position which Marafuku still holds today, run by his son Tsuneo Fukuhara , himself a top composer and producer. Ini adalah posisi yang masih memegang Marafuku hari ini, dijalankan oleh anaknya Tsuneo Fukuhara, dirinya atas komposer dan produser. Another influential figure of 'shima uta' was Rinsho Kadekaru born in 1920 in Goeku, central Okinawa. Lain berpengaruh angka 'Shima Uta' Rinsho Kadekaru yang lahir di 1920 di Goeku, pusat Okinawa. He learnt to play at his village's all night revelries known as mo-ashibi . Here, young people would sing, dance and drink, usually on the beach, often until dawn, do a full day's hard labour in the fields, then party again the next night. Ia belajar untuk bermain di semua desa malam revelries dikenal sebagai mo-ashibi. Di sini, kaum muda akan menyanyi, tari dan minuman, biasanya di pantai, seringkali sampai subuh, lakukan penuh hari kerja keras di ladang, maka pihak kembali malam berikutnya. In the pre-war years there are stories of parents encouraging their children to take part in the mo-ashibi every night, in the hope they would fail the medical for military conscription due to exhaustion! Dalam pra-perang tahun ada cerita orang tua mendorong anak-anak mereka untuk mengambil bagian dalam mo-ashibi setiap malam, dengan harapan mereka akan gagal medis untuk wajib militer karena kelelahan!

Despite attempts to ban them, mo-ashibi flourished until just before the second world war, although following the war and the US occupation, they were outlawed for good. Meskipun upaya untuk memblokir, mo-ashibi flourished sampai sebelum perang dunia kedua, walaupun setelah perang Amerika Serikat dan pekerjaan, mereka untuk outlawed baik. In the wake of the second world war, when up to a third of the population had died, musicians such as Rinsho Kadekaru, who had been in exile in Saipan during the war, and Shouei Kina (father of Shokichi Kina) were a source of inspiration in restoring the pride of the people. Di belakang perang dunia kedua, ketika sampai sepertiga dari penduduk mati, musisi seperti Rinsho Kadekaru, yang telah di pengasingan di Saipan selama perang, dan Shouei Kina (ayah dari Shokichi Kina) merupakan sumber inspirasi dalam memulihkan kebanggaan masyarakat. Kadekaru went on to record over 250 songs for local labels, more than any other musician, before his death last year. The greatest living musician is now Seijin Noborikawa , who was featured in the hit film 'Nabbie no Koi' in 1999, and has recently enjoyed his highest ever profile in Japan. Kadekaru pergi untuk merekam lebih dari 250 lagu untuk label lokal, lebih dari musisi lain, sebelum tahun kematiannya. Ini adalah hidup musisi sekarang Seijin Noborikawa, yang adalah yang terdapat dalam film hit 'Nabbie no Koi' pada tahun 1999, dan telah baru-baru ini ia menikmati profil pernah tertinggi di Jepang.

Traditional shima uta or island songs are accompanied by the sanshin, a three stringed lute with a resonance box covered in snake skin. Tradisional Shima Uta pulau atau lagu yang diiringi oleh sanshin, tiga gesekan kecapi dengan resonansi kotak tercakup dalam kulit ular. The sanshin, at the heart of traditional music, came from China some 500 years ago. The sanshin, di jantung dari musik tradisional, berasal dari Cina beberapa 500 tahun yang lalu. These days Okinawan instrument makers commonly use a synthetic snake skin, although skins are still imported from Indonesia. Hari-hari ini Okinawan instrumen keputusan sintetis umumnya menggunakan kulit ular, meskipun kulit masih diimpor dari Indonesia. The Okinawan pentatonic scale (do-mi-fa-so-ti) is identical to that used in some areas of Indonesia and related to scales used in Polynesia and Micronesia. Okinawan skala yang pentatonic (do-mi-fa-so-ti) adalah identik dengan yang digunakan di beberapa daerah di Indonesia dan terkait dengan skala yang digunakan dalam Polinesia dan Mikronesia. The song texts are based on the ryuka metrical structure comprised of four lines of 8-8-8-6 syllables, as opposed to the Japanese 26 syllable structure. Lagu teks didasarkan pada struktur ryuka berirama yang terdiri dari empat baris 8-8-8-6 syllables, yang bertentangan dengan struktur kata Jepang 26.

The upbeat dance songs are known as katcharsee. Taiko drums, the big shima daiko and the hand held parlanque accompany the sanshin. Pukulan yg tdk keras tari lagu yang dikenal sebagai katcharsee. Taiko drum, Shima daiko yang besar dan tangan yang diselenggarakan parlanque menyertai sanshin. Singers and dancers add to the rhythm with their castanets called sanbas. It's to the katcharsee numbers that Okinawans love to sing and dance. Singers penari dan menambah kepada mereka dengan irama kastenyet disebut sanbas. Ada yang katcharsee nomor Okinawans love to sing and dance. Arms are raised and hands waved wildly to the infectious rhythm. Lengan dan tangan dibangkitkan keriting liar dengan ritme menular.

Shima Uta is very much alive on Okinawa today, a part of everyday life. Shima Uta sangat hidup di Okinawa hari ini, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Unique within modern day Japan. Unik dalam modern Jepang.


JAPANESE MUSIC BEFORE 1945 JEPANG MUSIC SEBELUM 1945

During the first half of the 20th century, rokyoku , a form of narrative song became popular throughout Japan. Selama setengah pertama dari abad ke-20, rokyoku, bentuk naratif lagu menjadi terkenal di seluruh Jepang. Featuring the shamisen, it was a kind of street music that emerged in the Kansai region. Featuring yang shamisen, hal ini merupakan jenis musik jalanan yang muncul di wilayah Kansai. During the jubilations that followed the Russo-Japanese war, Kumoemon Tochuken and Naramaru Tochuken became Japan's first recording stars. Selama jubilations yang mengikuti perang Russo-Jepang, Kumoemon Tochuken dan Jepang menjadi Naramaru Tochuken pertama rekaman bintang. Rokyoku was seen as a means of spreading nationalistic ideology until the , but after the war gradually faded into obscurity. Rokyoku itu dianggap sebagai sarana untuk menyebarkan ideologi nasionalis sampai, tetapi setelah perang bertahap menjadi layu ketidakjelasan. In the 1960s, two other singers, Hideo Murata and Haruo Minami came out of the rokyoku scene to gain great popularity. Pada tahun 1960, dua lainnya singers, Hideo Murata dan Haruo Minami datang dari rokyoku pemandangan besar untuk mendapatkan popularitas. At the end of the 1980s, the beginning of the world music scene in Japan, Takeharu Kunimoto , the son of two rokyoku singers mixed rokyoku with African, rock and other genres, gaining success in Japan and attracting attention overseas. Pada akhir tahun 1980-an, awal dunia musik tempat di Jepang, Takeharu Kunimoto, putra dua rokyoku singers dicampur dengan rokyoku Afrika, genre rock dan lainnya, mendapatkan kesuksesan di Jepang dan menarik perhatian luar negeri.

Before the second world war, Japan embraced music from around the world. Sebelum perang dunia kedua, Jepang embraced musik dari seluruh dunia. In the 1920s and 30s, French chansons were first sung in Japan, and French influenced composers such as Kunihako Hashimoto enjoyed great success. Pada tahun 1920-an dan 30-an, Perancis chansons dinyanyikan pertama kali di Jepang, Perancis dan dipengaruhi komposer seperti Kunihako Hashimoto menikmati kesuksesan besar. An arty image of chanson was combined with a Japanese worship of Western culture around this time. Arty sebuah gambar nyanyian itu dikombinasikan dengan Jepang menyembah Barat budaya sekitar saat ini. Especially Paris was considered a centre of chicness and fashion. Khususnya Paris dianggap sebagai pusat chicness dan fashion.

Jazz was imported into Japan from the end of the 1920s, mainly in the form of dances such as the foxtrot and rumba. Jazz yang diimpor ke Jepang dari akhir tahun 1920, terutama dalam bentuk tarian seperti foxtrot dan Rumba. Dance halls opened in the big cities, and American contemporary dances replaced European waltzes. As an increasingly xenophobic atmosphere developed, most of the dance halls had closed down by 1940. Tari ruang terbuka di kota-kota besar, dan Amerika kontemporer tarian diganti Eropa waltzes. Sebagai xenophobic suasana semakin berkembang, sebagian besar ruang tari telah ditutup oleh 1940. After the war the dance halls reopened, with jazz popular among the occupying American forces Setelah perang di ruang tari kembali, dengan jazz populer di antara pasukan Amerika menempati

A tango boom hit Japan around 1937 that started in the dancehalls. Japanese musicians composed new tango tunes, beginning with 'Tango wo Odoroyo' (Let's Dance Tango). J tango boom hit Jepang yang dimulai sekitar 1937 di dancehalls. Musisi Jepang terdiri tango tunes baru, diawali dengan 'Tango wo Odoroyo' (Let's Dance Tango). From 1940 Tango was outlawed, but following the war continued it's popularity. Dari 1940 Tango outlawed itu, namun setelah perang lanjutan dari popularitas. Ranko Fujisawa recorded in Buenos Aires with her husband Shimpei Hayakawa, as tango reached it's peak of popularity in the 1950s and 60s. Ranko Fujisawa direkam di Buenos Aires dengan suaminya Shimpei Hayakawa, sebagai tango's mencapai puncak popularitas pada 1950-an dan 60s. Today a young bandoneon player, Ryota Komatsu continues this trend by performing Piazzola and other Tango classics once again making tango a trendy music for the young. Today bandoneon pemain muda, Ryota Komatsu terus tren ini dengan melakukan Piazzola dan lainnya Tango klasik sekali lagi membuat musik tango yang trendi bagi kaum muda.

Hawaiian music too has always been popular in Japan. Hawaii musik selalu terlalu populer di Jepang. Japanese emigration to Hawaii began in 1885, and by 1922 Japanese (Nisei) Hawaiians, the Haida Brothers returned to Japan as the country's first Hawaiian band. Jepang emigrasi ke Hawaii dimulai pada 1885, dan 1922 oleh Jepang (Nisei) Hawaiians, Haida Brothers yang kembali ke Jepang sebagai negara pertama di Hawaii band. During the 1920s and 30s Hawaiian music reached a peak in popularity, with first generation Hawaiians regular visitors. Selama tahun 1920-an dan 30-an musik Hawaii mencapai puncak popularitasnya, dengan generasi pertama Hawaiians pengunjung biasa. In 1944 the steel guitar and banjo was outlawed and Hawaiian music was banned along with all other 'western' music. Pada 1944 yang baja gitar dan banjo adalah outlawed Hawaii dan musik dilarang bersama-sama dengan semua 'barat' musik. In recent years, Japanese 'Nisei' Herb Ohta, ukulele player and a disciple of Hawaiian legend Eddie Kamae has become popular in Japan, and indeed ukulele as an instrument is enjoying unprecedented popularity. Dalam beberapa tahun terakhir, Jepang 'Nisei' Herb Ohta, pemain gitar kecil dan murid Hawaii legenda Eddie Kamae telah menjadi populer di Jepang, dan memang gitar kecil sebagai alat yang belum pernah terjadi sebelumnya menikmati popularitas. Meanwhile the slack key guitar style has been championed by Yuki 'Alani' Yamauchi. Sementara kendur kunci gitar style telah championed oleh Yuki 'Alani' Yamauchi.


AFTER THE SECOND WORLD WAR - the birth of Kayokyoku SETELAH THE SECOND WORLD WAR - kelahiran Kayokyoku

After the war the general term for popular songs that came into usage was kayokyoku . Setelah perang umum untuk istilah populer lagu yang telah datang ke dalam penggunaan kayokyoku. In general, kayokyoku is the music somewhere between western pop and enka, which features strong Japanese and Asian characteristics. At the beginning, these two elements were struggling for supremacy, with the American side winning out on "Tokyo Boogie Woogie", honours shared on "Shamisen Boogie Woogie", while the Japanese elements winning out on "Tonko Bushi" in 1949, which still retained a feeling of the Edo period. Secara umum, kayokyoku adalah suatu tempat antara musik pop barat dan enka, fitur yang kuat Jepang dan Asia karakteristik. Pada awalnya, kedua unsur yang berjuang untuk keagungan, dengan pihak Amerika menang di "Tokyo Boogie Woogie", tanda kehormatan bersama di "Shamisen Boogie Woogie", sementara Jepang unggul di unsur "Tonko Bushi" pada tahun 1949, yang tetap perasaan dari periode Edo. In the late 1960s, ' group sounds ' initiated the use of rock rhythms in kayokyoku. Pada akhir tahun 1960-an, 'kelompok suara' dimulai penggunaan batu rhythms di kayokyoku. Throughout the 70s, 80s and 90s, any new western trend was assimilated into kayokyoku songs, the boundaries becoming ever more blurred. Sepanjang 70s, 80s dan 90s, baru barat assimilated telah menjadi tren kayokyoku lagu, dengan batas-batas lagi menjadi semakin kabur. These days, pop idols, boy and girl bands, who although for the most part are singing western music can still be classified as 'kayokyoku'. Hari-hari ini, pop berhala, boy and girl band, yang walaupun sebagian besar adalah bernyanyi musik barat masih dapat digolongkan sebagai 'kayokyoku'.


ENKA ENKA

The term 'enka' came into use from the early 1970s. Istilah 'enka' datang ke dalam penggunaan dari awal 1970-an. It was a slow type of kayokyoku, heavily influenced by Japanese elements. Ia adalah jenis kayokyoku lambat, banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Jepang. Enka is sometimes called 'the Heart of Japan'. Enka kadang-kadang disebut "the Heart of Japan '. It's sentimental lyrics concentrate on themes such as the separation of lovers, memories, despair and hope. Singers still usually wear kimono, it's most characteristic vocal style being the warbling crescendo at the end of sentences. It's sentimentil lirik berkonsentrasi pada tema seperti pemisahan pecinta, kenangan, asa dan harapan. Singers biasanya masih memakai kimono, ia paling vokal khas gaya sebagai warbling crescendo pada akhir kalimat. The most important enka singers are Saburo Kitajima, Harumi Miyako, Shinichi Mori and Keiko Fuji and most of all Hibari Misora . Yang paling penting adalah enka singers Saburo Kitajima, Harumi Miyako, Shinichi Mori dan Keiko Fuji dan hampir semua Hibari Misora. Enka usually includes saxophones, trumpets, electric guitar and bass, piano and strings. Enka is still an extremely popular form of music today, the only national music to rival Japanese pop in the charts. Enka biasanya meliputi saxophones, sangkakala, listrik dan gitar bass, piano dan string. Enka masih sangat populer sebuah bentuk musik hari ini, satu-satunya musik nasional untuk menyaingi pop Jepang di grafik. It is often sung at karaoke, and although it's listeners are mainly from the older generation, recently some young singers have attracted a younger audience too. Hal ini sering dinyanyikan di karaoke, dan meskipun pendengar yang terutama dari generasi tua, baru-baru ini ada beberapa muda singers menarik audiens terlalu muda.


CHINDON CHINDON

While Japan is the only eastern country to have so readily absorbed western music, street performances of wind and percussion instruments can be found all over the world. Sementara Jepang adalah satu-satunya negara timur untuk jadi mudah diserap barat musik, performance dari jalan angin dan ketuk instrumen dapat ditemukan di seluruh dunia. As an 'unmilitarized' street music, chindon is related to Jewish klezmer music, New Orleans brass bands and wind and percussion ensembles from China and south east Asia. Sebagai 'unmilitarized' jalan musik, chindon berkaitan dengan Yahudi klezmer musik, New Orleans kuningan band dan angin dan ketuk ensembles dari Cina selatan dan timur Asia.

Chindon bands date back to the 1910s, whereby groups were employed by advertising companies to open stores and entertainment halls. Chindon band tanggal kembali ke 1910s, dimana kelompok yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan iklan untuk membuka toko dan ruang hiburan. However, commercial brass bands can be traced back to the beginning of the Meiji period, when the government, keen to demonstrate their 'westernization' used military bands at ceremonies to open railroads and banks. Namun, band komersial kuningan pelaksanaan dapat kembali ke awal periode Meiji, ketika pemerintah, mereka ingin menunjukkan 'pembaratan' yang digunakan pada upacara militer band untuk membuka railroads dan perbankan.

Brass bands were the first western music formally imported into Japan. Kuningan band yang pertama musik barat resmi diimpor ke Jepang. Military brass bands not only played marches but western classics, to demonstrate a 'civilized' music, because to import and teach western music, and ignore and forget domestic music was the national policy at the time. Militer kuningan band tidak hanya bermain tetapi marches barat klasik, untuk menunjukkan 'sopan' musik, karena untuk mengimpor dan mengajar musik barat, dan mengabaikan dan lupa musik dalam negeri adalah kebijakan nasional pada saat itu.

Private companies soon followed suit, and by 1910 street bands employed by big companies were a common sight throughout Japan. Perusahaan swasta segera diikuti sesuai, dan 1910 oleh band jalanan yang dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan besar merupakan pemandangan umum di seluruh Jepang. When the government instituted public nuisance laws, and these companies switched their advertising revenue to newspapers and magazines, street music became more localized for smaller businesses. Bila pemerintah instituted publik berabe hukum, dan perusahaan periklanan pendapatan mereka beralih ke koran dan majalah, musik jalanan menjadi lebih lokal untuk usaha kecil.

At first it the brass bands were a high culture, but it didn't take long to find it's cheap imitators. Pada awalnya ia adalah band yang kuningan budaya yang tinggi, tetapi tidak perlu waktu lama untuk menemukan itu murah imitators. Most of those commercial bands were thought of as vulgar, but some became popular in local areas. Kebanyakan dari mereka adalah band komersial pemikiran sebagai sopan, tetapi beberapa menjadi terkenal di daerah setempat. People called those bands jinta , one of the predecessors of chindon. Orang yang bernama band jinta, salah satu pendahulu dari chindon.

Military musicians were replaced by those who had played in silent movie theaters, who found themselves out of work since the arrival of 'talkies' and variety hall performers. Militer musisi digantikan oleh mereka yang telah diputar di bioskop film bisu, yang ditemukan sendiri dari bekerja sejak kedatangan 'bicara' dan berbagai ruang performers. Only those street bands with the loudest and most original repertoire survived, and some, who had used only traditional Japanese instruments, combined western instruments, originating the chindon sound. Hanya mereka jalan loudest band dengan lagu-lagu asli dan paling selamat, dan beberapa, yang telah digunakan hanya instrumen tradisional Jepang, digabungkan instrumen barat, yang berasal chindon suara.

Chindon had no original repertoire of it's own. Chindon tidak asli dari lagu-lagu itu sendiri. The musicians played the popular music of the day, even today's 'traditional' tunes being mostly pre-war popular songs and variety hall songs from the Edo period. Musisi yang memainkan musik yang populer pada hari, bahkan hari ini 'tradisional' tunes yang kebanyakan pra-perang populer lagu dan berbagai ruang lagu dari periode Edo. They would dress in colorful, outlandish costumes as if they had come straight off a movie set, would gather an audience and make their advertising pitch, while carrying a large banner emblazoned with the name of their sponsor. Mereka akan pakaian berwarna-warni, kostum yang aneh jika mereka datang segera menetapkan film, yang akan mengumpulkan penonton dan membuat mereka periklanan pitch, sementara membawa spanduk besar emblazoned dengan nama sponsor mereka.

Chindon is an onomatopoeic word, relating to the characteristic high 'chin' and lower pitched 'don' of the chindon drum. Chindon merupakan onomatopoeic kata, yang berkaitan dengan karakteristik tinggi 'chin' dan bernada rendah 'don' di chindon drum. In the 1910s or 1920s metal percussion and two wood and skin taiko drums were combined within a wooden frame, to enable a player to perform alone, even when marching. The chindon is almost exclusively played by women, sometimes with a colorful umbrella draped over the top. Pada tahun 1920 atau 1910s logam ketuk dan dua kayu dan kulit drum Taiko yang digabungkan dalam bingkai kayu, untuk mengaktifkan pemutar untuk melakukan sendiri, bahkan ketika gerakan. Chindon yang hampir secara eksklusif dimainkan oleh perempuan, kadang-kadang dengan warna-warni payung draped atas puncak.

Accompanying the chindon are western instruments, a big ' goros ' drum (from the French 'gros') plus clarinet and saxophone, played usually by men, that gradually replaced the Japanese shamisen (lute) as the main instrument. Noticeably, there are no bass instruments, being melody and rhythm driven, resulting in a music that gives a sense of both Japanese popular tunes and festival music, with even the western instruments played in a distinctive Japanese vain. Yang mendampingi chindon adalah instrumen barat, yang besar 'goros' drum (dari Perancis' Gros') plus klarinet dan saksofon, biasanya dimainkan oleh laki-laki, yang secara bertahap menggantikan Jepang shamisen (kecapi) sebagai instrumen utama. Nyata, tidak ada instrumen bass, ritme dan melodi yang digerakkan, sehingga musik yang memberikan rasa dari kedua Jepang populer tunes dan festival musik, bahkan dengan barat instrumen khusus diputar di Jepang, dengan sembarangan.

During the second world war, chindon along with other street activities was banned, although in the post war reconstruction period, chindon bands reached their peak in demand. Selama perang dunia kedua, chindon bersamaan dengan kegiatan jalan lainnya dilarang, meskipun dalam masa rekonstruksi pasca perang, chindon band mereka mencapai puncak dalam permintaan. During the 1950s there were over 5000 active chindon players, but by the early 1960s, as a form of advertising, was virtually extinguished by the new medium of television. Selama tahun 1950-an terdapat lebih dari 5.000 aktif chindon pemain, tapi dengan awal tahun 1960-an, sebagai bentuk periklanan, telah hampir extinguished oleh media televisi baru.

Those who champion Japanese traditions have never considered chindon to be significant, and it has never been honored by national institutions or preservation societies. Orang-orang yang memiliki tradisi juara Jepang dianggap tidak pernah chindon menjadi signifikan, dan belum pernah dihormati oleh lembaga-lembaga nasional atau pelestarian masyarakat. In instrumentation and repertoire it was considered too modern to be labeled as 'traditional'. Dalam instrumentasi dan lagu-lagu itu dianggap terlalu modern yang akan dilabeli sebagai 'tradisional'. To old and some middle aged people, chindon is still familiar, but it has been completely ignored in the official history of Japanese music. Untuk beberapa lama dan orang-orang berusia tengah, chindon masih biasa, tetapi telah diabaikan sepenuhnya dalam resmi sejarah musik Jepang.

Most of it's players today come from the older generation and struggle to keep chindon alive as a profession, mainly advertising the opening of pachinko parlors in Tokyo suburbs and small shops in Osaka. Sebagian besar dari pemain ini berasal dari generasi tua dan berjuang untuk tetap hidup sebagai chindon profesi, terutama iklan pembukaan pachinko parlors di Tokyo suburbs dan toko-toko kecil di Osaka. Nevertheless it remains one of Japan's most unique, colorful, exciting and accessible musical styles, only being kept alive by a few 'revivalists', during the 1980s. Namun demikian tetap salah satu dari Jepang yang paling unik, berwarna, menarik dan dapat diakses gaya musik, hanya makhluk hidup dipelihara oleh beberapa 'revivalists', selama tahun 1980-an. The most noticeable chindon bands, or groups influenced by chindon music are Compostella, Cicala Mvta and Soul Flower Mononoke Summit . Yang paling nyata chindon band, atau kelompok dipengaruhi oleh chindon musik yang Compostella, dan Cicala Mvta Soul Bunga Mononoke Summit.


GROUP SOUNDS AND THE EMERGENCE OF ROCK KELOMPOK suara dan munculnya ROCK

Jazz, blues, country and folk have all been and remain popular to a section of Japanese society. Jazz, blues, negara dan rakyat telah dan tetap populer ke bagian dari masyarakat Jepang. All these genres have Japanese musicians popularizing the music, and adding a touch of Japanese elements to them. Semua ini memiliki genre musisi Jepang popularizing musik, dan menambahkan sentuhan unsur Jepang kepada mereka. In the 1960s popular music was greatly influenced by groups such as the Ventures, the Beatles and the Animals. Pada tahun 1960-an populer musik sangat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok seperti Ventures, the Beatles dan Binatang. In particular the Ventures spawned a whole new movement of similar sounding groups, such as the Tigers and the Jaguars. Khususnya Ventures spawned gerakan yang sama sekali baru dari kelompok bunyi yang sama, seperti Tigers dan Jaguars. Even today the Ventures enjoy an iconic status in Japan. Bahkan pada hari ini Ventures menikmati status yang ikonik di Jepang. The 'group sounds' boom had subsided by 1969, as Jimi Hendrix, Led Zeppelin and others became the main influences. The 'kelompok suara' boom telah subsided oleh 1969, seperti Jimi Hendrix, Led Zeppelin dan lain-lain menjadi pengaruh utama. 'Folk' singers and groups drew their inspiration from Bob Dylan. 'Folk' singers dan kelompok mereka drew inspirasi dari Bob Dylan. Japanese group Happy End became one of the most influential groups, successfully singing rock music in Japanese, featuring Haruomi Hosono , who would later be at the forefront of several other music movements. Jepang grup Happy Akhir menjadi salah satu kelompok yang paling berpengaruh, berhasil bernyanyi musik rock di Jepang, dengan Haruomi Hosono, yang nantinya akan berada pada garis terdepan lainnya dari beberapa gerakan musik. Another influential group was the Rolling Stones influenced RC Succession , while every rock development in the UK and USA, such as progressive rock was mirrored in Japan. Lain berpengaruh adalah grup Rolling Stones dipengaruhi RC Succession, sementara setiap pembangunan rock di Inggris dan Amerika Serikat, seperti progresif rock telah dicerminkan di Jepang. Kitaro and his group Cosmos Factory originally emulated synthesizer groups such as Tangerine Dream. Southern All Stars have been Japan's most durable rock groups, singing Japanese with an English like pronunciation. Kitaro dan grup Cosmos Factory awalnya emulated synthesizer kelompok seperti Tangerine Dream. Southern Semua Bintang telah Jepang yang paling tahan lama grup rock, bernyanyi Jepang dengan bahasa Inggris seperti pronounciation. Kraftwerk and electronic music spawned another influential group, Yellow Magic Orchestra , featuring Haruomi Hosono and Ryuichi Sakamoto who in turn influenced a wave of techno pop in the 1980s. Kraftwerk dan musik elektronik lain spawned berpengaruh grup, Yellow Magic Orchestra, dengan Haruomi Hosono dan Ryuichi Sakamoto yang pada gilirannya dipengaruhi sebuah gelombang techno pop di tahun 1980-an. The emergence of punk, especially the Clash changed the rock scene again, with groups such as the Blue Hearts following a similar course to their UK counterparts. Munculnya punk, terutama Clash batu pemandangan berubah lagi, dengan kelompok-kelompok seperti Blue Hearts berikut yang sama saja dengan negeri Inggris. The live scene in the cities boomed, while in a street in Harajuku in Tokyo on a Sunday, hundreds of groups would gather every Sunday to entertain pedestrians becoming one of Tokyo's best known tourist spots until the street was opened up to traffic again at the end of the 1990s. Pemandangan yang tinggal di kota boomed, sedangkan di sebuah jalan di Harajuku di Tokyo pada hari Minggu, ratusan kelompok akan berkumpul setiap hari Minggu untuk menghibur pedestrians menjadi salah satu dari Tokyo terbaik dikenal tempat wisata sampai jalan dibuka untuk lalu lintas lagi di akhir dari tahun 1990-an.


ROCK, POP AND CONTEMPORARY MUSIC TODAY ROCK, POP dan kontemporer MUSIC TODAY

The independent rock scene is thriving, and challenging a music industry traditionally dominated by the majors and their marketing powers. Independen adalah batu tempat berkembang, dan menantang industri musik tradisional didominasi oleh jurusan dan pemasaran kekuasaan. Indeed majors are these days creating 'indie' labels within their organisations to compete. Jurusan yang memang membuat hari-hari ini 'indie' mereka dalam label organisasi untuk bersaing. It's these, often quirky rock acts that have enjoyed some success oversees. Ada ini, sering bertindak quirky batu yang dinikmati beberapa keberhasilan mengawasi. Following in the wake of Shonen Knife and The Boredoms are other all girl bands Buffalo Daughter , (signed outside Japan to Grande Royal) and Chibo Mato (signed to Warners in the US). Berikut di belakang Shonen Knife dan yang lainnya semua Boredoms girl band Buffalo Daughter, (di luar Jepang untuk menandatangani Grande Royal) dan Chibo Mato (menandatangani untuk peringatan di AS). More bands in the 'indie' genre making waves oversees include The Pugs, Thee Michelle Gun Elephant, and Zoobombs who play hard rock with a funky edge. Lagi di band 'indie' genre membuat gelombang yang termasuk mengawasi pugs, Thee Michelle Gun Elephant, dan yang bermain Zoobombs hard rock dengan funky tepi.

The other genre to gain some exposure oversees is the 'modern club pop' of Pizzicato Five, Cornelius, Towa Tei , all known as the ' Shibuya Sound ', after an area in Tokyo and disciples of Hosono and the YMO. Cornelius is currently garnering the biggest amount of press, particularly in the US. Gaya yang lain untuk mendapatkan beberapa eksposur mengawasi adalah 'modern klub pop' dari Pizzicato Five, Cornelius, Towa Tei, semua yang dikenal sebagai 'Shibuya Sound', setelah salah satu daerah di Tokyo dan murid-Hosono dan YMO. Kornelius saat ini garnering terbesar jumlah tekan, terutama di Amerika Serikat.

Aside to Okinawa, another area that comes up with more than it's quota of successful artists is Osaka. Selain ke Okinawa, daerah lain yang muncul dengan lebih dari kuota yang sukses adalah seniman Osaka. Blues inspired outfit, Ulfuls , after several years suddenly became massive sellers. Blues terinspirasi pakaian, Ulfuls, setelah beberapa tahun tiba-tiba menjadi pedagang besar. The best however is UA , plucked from a jazz club her first album 11 was a spectacular success. Her soulful voice, set to some of the catchiest tunes, over a cool backing, being the winning formula. Namun yang terbaik adalah UA, plucked dari klub jazz 11 album pertama adalah keberhasilan spektakuler. Her suara hati, untuk menetapkan beberapa catchiest tunes, lebih dari yang dingin backing, sebagai pemenang formula.


MODERN JAPANESE ROOTS MUSIC MODERN JEPANG Akar MUSIC

In the mid 1980s, when 'world music' became a generally accepted term, some Japanese started to look at themselves and wonder what their own country had to offer. Pada pertengahan tahun 1980-an, ketika 'dunia musik' menjadi istilah umum, beberapa Jepang mulai melihat diri mereka sendiri dan bertanya-tanya apa yang mereka sendiri telah negara berikan. There was traditional music, but this had mostly been preserved and held little connection to most Japanese people. Ada musik tradisional, namun ini telah diawetkan dan umumnya telah diselenggarakan paling sedikit sambungan ke Japanese people. Pop music on the other hand, had lost virtually any trace of anything inherently Japanese. Musik pop di sisi lain, hampir semua telah kehilangan jejak dari sesuatu inherently Jepang. Japanese musicians found themselves attracted to the music of Okinawa, even though to many Japanese, Okinawa can seem quite distant and even foreign. Jepang musisi ditemukan sendiri tertarik ke musik dari Okinawa, walaupun banyak ke Jepang, Okinawa dapat tampaknya cukup jauh, bahkan asing.

Japanese groups began to be influenced by the groups emanating from Okinawa, such as Shokichi Kina and Champloose Kelompok Jepang mulai dipengaruhi oleh kelompok yang berasal dari Okinawa, seperti Shokichi Kina dan Champloose and Rinken Band. dan Rinken Band. One of the first groups to look to Okinawa, but create an original Japanese 'roots' music with other world influences were Shang Shang Typhoon . Shang Shang Typhoon didn't just update traditional music, or add Japanese instruments to pop music. Salah satu kelompok pertama untuk melihat ke Okinawa, tapi membuat asli Jepang 'akar' musik dunia dengan pengaruh yang Shang Shang badai. Shang Shang tofan tidak hanya memperbarui musik tradisional, atau menambahkan ke Jepang instrumen musik pop. Instead, they created their own sound, probably closest in style and attitude to post-war kayokyoku, the Japanese version of pop music, that mixed elements of Western, Hawaiian or Latin music with Japanese traditions and humorous words. Sebaliknya, mereka membuat suara mereka sendiri, mungkin paling dalam gaya dan sikap untuk pasca perang kayokyoku, di Jepang versi musik pop, yang diramu dari unsur-unsur Barat, Hawaii atau musik latin Jepang dengan tradisi dan humoris kata. In their music was fragments of ondo ( festival music), min'yo (folk) and rokyoku (storytelling). These were combined in varying degrees with an eclectic array of music from Okinawa, Korea, China and Latin America, to pop, rock and reggae. Later Hawaiian, Irish, African and Indian music were added to an already blazingly vivid palette of sounds. Dalam musik mereka adalah fragmen dari ondo (festival musik), min'yo (kaum) dan rokyoku (hal). Ini yang dikombinasikan dengan berbagai derajat eclectic array musik dari Okinawa, Korea, Cina dan Amerika Latin, pop, rock dan reggae. Nanti Hawaii, Irlandia, Afrika dan India adalah musik yang sudah ditambahkan ke blazingly hidup palet suara.

Ironically, the Okinawan roots music boom in the 90s, probably owes more to a Japanese band than to any Okinawan group. Ironisnya, yang Okinawan akar musik booming di 90s, mungkin lebih owes ke Jepang untuk semua band dari Okinawan grup. In 1993, the biggest selling single (1.5 million) was The Boom 's 'Shima Uta', an Okinawan melody and sanshin combined with rock guitar and drums. Pada tahun 1993, penjualan terbesar tunggal (1,5 juta) telah The Boom 's' Shima Uta', sebuah Okinawan melody sanshin dan dikombinasikan dengan batu gitar dan drum. The Boom captured the Japanese version of a Grammy for best song, and now is considered one of the classic Japanese songs of the decade. Boom yang diambil di Jepang versi sebuah Grammy untuk lagu terbaik, dan sekarang dianggap salah satu lagu klasik Jepang dari dekade. Japanese musicians such as Haruomi Hosono and Ryuichi Sakamoto had already covered Okinawan traditional tunes as early as 1978, but the impact of the Boom was far greater on the general and young population of Japan. Jepang musisi seperti Haruomi Hosono dan Ryuichi Sakamoto telah dibahas Okinawan tradisional tunes seawal 1978, tetapi dampak Boom itu jauh lebih besar di populasi umum dan muda Jepang. The Boom subsequently did much the same with Indonesian music, and then Brazilian music with the albums Far East Samba and Tropicalism, the latter a mix of all the elements in the Boom's music thus far. Boom yang kemudian melakukan banyak yang sama dengan musik Indonesia, dan kemudian Brazilian musik dengan album Far East Samba dan Tropicalism, yang kedua campuran dari semua unsur di Boom musik sampai sekarang. In 1998 the group's singer Miyazawa released two solo albums. Pada tahun 1998 grup singer Miyazawa merilis dua album solo. 'Sixteenth Moon' recorded in London and 'Afrosick' recorded in Brazil. 'Keenambelas Bulan' direkam di London dan 'Afrosick' direkam di Brazil.

In 2002, he has released his third self titled album, Miyazawa, released in Brazil and Europe. Pada tahun 2002, ia telah dirilis nya sendiri berjudul album ketiga, Miyazawa, dirilis di Eropa dan Brasil.

If there is a song to rival the Boom's 'Shima Uta' as the best Japanese song of the decade, perhaps that would be Mangetsu no Yube ( A Full Moon Evening), composed by Takashi Nakagawa of the rock group Soul Flower Union and Hiroshi Yamaguchi of Heat Wave , for the victims of the Kobe earthquake. Jika ada lagu ke saingan yang Boom's' Shima Uta 'sebagai yang terbaik di Jepang lagu dekade, yang mungkin akan Mangetsu tidak Yube (A Full Moon Malam), yang oleh Takashi Nakagawa dari grup rock Soul Bunga Union dan Hiroshi Yamaguchi dari Heat Wave, untuk korban gempa bumi Kobe. The Soul Flower Union version, with Okinawan sanshin, and an acoustic 'chindon' accompaniment even spurred a new acoustic unit of Soul Flower called Soul Flower Mononoke Summit . The Soul Bunga versi Union, dengan Okinawan sanshin, dan akustik 'chindon' iringan bahkan spurred baru akustik unit Soul Soul bernama Bunga Bunga Mononoke Summit. The group played tunes popular in Japan before and after the second world war, with Okinawan Tetsuhiro Daiku's albums a big influence. Grup yang diputar tunes populer di Jepang sebelum dan setelah perang dunia kedua, dengan Okinawan Tetsuhiro Daiku dari album pengaruh yang besar. Soul Flower Union's output also seemed to improve, with Mononoke Summit acoustic sound, combined with a rockier approach, especially with the superb 'Electro Asyl- Bop'. Bunga jiwa Union output juga tampaknya meningkat dengan Mononoke Summit akustik suara, digabungkan dengan pendekatan rockier, terutama dengan hebat 'Asyl Electro-Bop'.

Min'yo singer Takio Ito expanded the realms of min'yo and was one of the most successful of the early attempts to update a tradition. Min'yo singer Takio Ito memperluas realms dari min'yo dan merupakan salah satu yang paling sukses dari awal upaya untuk memperbarui tradisi. He incorporated jazz and rock plus other Asian and Japanese traditional elements, while bass, guitar, violin, piano and drums were combined with shamisen, shakuhachi and taiko. Ia tergabung jazz dan rock plus Asia lainnya dan unsur-unsur tradisional Jepang, sementara bass, gitar, biola, piano dan drum yang dikombinasikan dengan shamisen, shakuhachi dan Taiko.

During the 1990s, producer Makoto Kubota and singer Sandii attempted to create a kind of pan-Asian music by recording Indonesian and Malaysian songs, as well working with musicians from south east Asian countries. They then turned their attention to the music of Sandii's birthplace Hawaii, releasing three superb Hawaiian albums. Selama tahun 1990-an, produsen Makoto Kubota dan singer Sandii berusaha untuk menciptakan jenis musik pan-Asia oleh rekaman lagu Indonesia dan Malaysia, juga bekerja sama dengan musisi dari negara-negara Asia tenggara. Mereka kemudian menjadi perhatian mereka ke musik dari Sandii kelahiran Hawaii , melepaskannya tiga album hebat Hawaii. All feature Kubota's trademark mixture of sounds, including an Asian feel, and have done a lot to restore an interest in Hawaiian music in Japan. Semua fitur Kubota merek dagang campuran suara, termasuk Asia merasa, dan telah banyak dilakukan untuk mengembalikan minat musik di Hawaii di Jepang.

Ainu music has also made a comeback as a living tradition in recent years, largely due to the efforts of singer and tonkori player Oki . Oki updates traditional Ainu tunes, composes his own songs and has also recorded an elder Ainu singer, Umeko Ando. Ainu musik juga membuat hidup cerdas sebagai tradisi dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar disebabkan oleh upaya singer dan player tonkori Oki. Oki update tradisional Ainu tunes, composes sendiri dan juga lagu-lagu yang direkam pembina Ainu singer, Umeko Ando.

The taiko drum is one of the most primitive instruments which can provide straightforward emotions such as joy, hate, anger and harmony. Taiko drum yang merupakan salah satu instrumen yang paling primitif yang dapat memberikan mudah emosi seperti gembira, benci, kemarahan dan harmonis. To this end, Ondekoza were formed in 1969 on Sado Island, to lead a communal life, aiming for harmony and physical fitness. Untuk tujuan ini, Ondekoza dibentuk pada 1969 di Pulau Sado, untuk memimpin sebuah kehidupan komunal, bertujuan untuk kebugaran fisik dan harmonis. Through their sound they hoped to evoke these emotions within the listener. Melalui suara mereka ini diharapkan untuk membangkitkan emosi dalam listener. Young men and women, until then unassociated with Japanese traditional performing arts, underwent vigorous physical training of marathon and technical training of the Japanese Giant drums in communal life on the island. Muda laki-laki dan perempuan, sampai kemudian Jepang unassociated dengan seni pertunjukan tradisional mengalami cegak fisik maraton pelatihan dan pelatihan teknis dari Jepang Giant drum dalam kehidupan masyarakat di pulau itu.

The group later split into two, with one half, the Taiko drummers group Kodo , continuing to hold the ' Earth Celebration' event every year on Sado, and invite a number of foreign artists. Grup yang kemudian menjadi dua, dengan satu setengah, yang Taiko drummers grup Kodo, terus memegang 'Bumi Celebration' event Sado pada setiap tahun, dan mengundang sejumlah artis asing. Today, Kodo have become one of Japan's most famous musical exports and collaborate with musicians from around the world on record and in concert. Hari ini, ada Kodo Jepang menjadi salah satu yang paling terkenal musik ekspor dan berkolaborasi dengan musisi dari seluruh dunia pada merekam dan konser.


MODERN OKINAWAN ROOTS MUSIC MODERN OKINAWAN Akar MUSIC

Okinawa remained governed by the US until 1972, during which time a new music scene developed around the military bases, especially the wild years of the Vietnam war. Okinawa tetap diatur oleh Amerika Serikat sampai 1972, selama waktu yang baru berkembang di sekitar tempat musik militer dasar, terutama yang liar tahun dari perang Vietnam. Most Okinawan groups played western music in the nightclubs, until Shokichi Kina and his family group, Champloose, mixed Okinawan local songs with rock, and electric guitar and drums with sanshin in the mid-70s. Okinawan paling barat kelompok bermain musik di klub malam, hingga Shokichi Kina dan keluarganya grup, Champloose, diramu dengan lagu-lagu lokal Okinawan rock, dan gitar listrik dan drum dengan sanshin di pertengahan 70s. After hearing Kina, Japanese musicians such as Haruomi Hosono and Makoto Kubota started to play Okinawan influenced music at this time. Setelah mendengar Kina, Jepang musisi seperti Haruomi Hosono Makoto Kubota dan mulai memutar Okinawan dipengaruhi musik saat ini. At the end of the 1980s the Okinawan 'boom' started throughout Japan, as their answer to the wealth of music being produced elsewhere in the world with it's root in a tradition. Pada akhir tahun 1980-an yang Okinawan 'booming' dimulai di seluruh Jepang, sebagai jawaban untuk kekayaan musik yang diproduksi di tempat lain di dunia ini dengan akar dalam tradisi. From the same generation as Kina, Teruya Rinken formed Rinken Band , and made several excellent albums. Sadao China formed the female quartet , Nenes , whose first album Ikawu in 1991 was a seminal album of Okinawan folk and pop. Dari generasi yang sama seperti Kina, Teruya Rinken dibentuk Rinken Band, dan membuat beberapa album yang sangat baik. Sadao Cina membentuk perempuan kuartet, Nenes, Ikawu album yang pertama pada tahun 1991 adalah mani Album Okinawan kaum dan pop. Nenes recorded the exceptional Koza Dabasa in Los Angeles in 1994 with guests including David Lindley, David Hidalgo and Ry Cooder. Nenes direkam Koza Dabasa yang luar biasa di Los Angeles pada tahun 1994 dengan tamu termasuk David Lindley, David Hidalgo dan Ry Cooder. At the end of the decade, the four current singers departed to be replaced by four new singers. Pada akhir dekade, empat sekarang singers berangkat untuk diganti oleh empat baru singers.

The influential Shokichi Kina's career meanwhile has been littered with long periods of musical inactivity, during which time his albums have consisted of mostly re-recordings and re-mixes of older material. Yang berpengaruh Shokichi Kina kariernya Sementara itu telah lama littered dengan musik yang tidak aktif, selama waktu itu album yang terdiri dari sebagian besar telah kembali rekaman dan re-bahan Mixes lama. Probably, his former guitarist Takashi Hirayasu , blooming after leaving Champloose, is making the more interesting music these days, his collaborations with American Bob Brozman becoming the best selling Okinawan music outside of Japan. Mungkin, ia mantan gitaris Takashi Hirayasu, berbunga setelah meninggalkan Champloose, adalah dengan membuat musik yang lebih menarik ini, maka kolaborasi dengan Amerika Bob Brozman menjadi yang terbaik Okinawan penjualan musik di luar Jepang.

Music from the Yaeyama islands, much nearer to Taiwan is fundamentally different to that of the main Okinawan island. Musik dari pulau Yaeyama, lebih dekat ke Taiwan adalah fundamental berbeda dengan Okinawan pulau utama. The music, originally only vocal, developed in the fields, as workers would sing eachother songs with call-and- response phrases. Musik, awalnya hanya vokal, dikembangkan di ladang, sebagai pekerja akan menyanyi lagu eachother dengan panggilan-dan-respons frase. After the feudal period, the sanshin became freely available on Yaeyama and local music developed at speed, still out on the fields, while back on the main island of Okinawa, the sanshin remained the privilege of the Samurai. Setelah masa feodal, yang menjadi bebas sanshin tersedia pada Yaeyama dan musik lokal dikembangkan di kecepatan, masih di kolom, sedangkan ulang pada utama pulau Okinawa, yang sanshin tetap yang hak dari Samurai. The working songs called Yunta and Jiraba, give the music an earthy quality. Tetsuhiro Daiku is today one of Okinawa's most respected musicians and one of Okinawa's world ambassadors, having travelled to Europe, Asia, South America and Africa. Kerja lagu bernama Yunta dan Jiraba, memberikan kualitas musik yang sederhana. Tetsuhiro Daiku hari ini adalah salah satu yang paling dihormati Okinawa musisi dan Okinawa salah satu duta besar dunia, setelah melakukan perjalanan ke Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Daiku is a disciple of Yukichi Yamazato , an elder Yaeyama musician who has recently himself benefited from the success of Daiku. Daiku adalah murid Yukichi Yamazato, sebuah gereja Yaeyama musisi sendiri yang baru-baru ini telah mendapat manfaat dari keberhasilan Daiku. The master stroke for Daiku came in his mixing of Yaeyama Yunta with Japanese chindon (street music). Master stroke untuk Daiku datang di pencampuran dari Yaeyama Yunta dengan Jepang chindon (jalan musik). Some of the other songs were old Japanese ones, popular just after the second world war, that had sunk into the consciousness of many Japanese, but at the same time were almost forgotten. Beberapa lagu lainnya adalah orang tua Jepang, yang populer setelah perang dunia kedua, yang mempunyai kesadaran terselam ke Jepang banyak, tapi pada saat yang sama yang hampir dilupakan. Tetsuhiro Daiku's albums proved to be a big influence on the acoustic unit of Osaka rock band Soul Flower Union, Soul Flower Mononoke Summit. Tetsuhiro Daiku dari album menjadi pengaruh yang besar pada akustik unit Osaka band rock Soul Bunga Union, Soul Bunga Mononoke Summit.

A student of Daiku, Isamu Asato , a fisherman now living on Taketomi island, but originally from Yaeyama, recorded his first album at the age of 51. A student of Daiku, Isamu Asato, nelayan yang sekarang tinggal di pulau Taketomi, tetapi berasal dari Yaeyama, rekaman album yang pertama pada usia 51. A traditional album of Nasake Uta, the slow tragic songs of Yaeyama in contrast to the more usual working songs. J tradisional Album Nasake Uta, yang lambat tragis lagu Yaeyama kontras yang lebih biasa bekerja lagu.

Japanese, but Okinawan resident musician Kenji Yano was a member in the 80s of Rokunin Gumi who built up a cult following in Okinawa but never released an album. Jepang, tetapi penduduk Okinawan musisi Kenji Yano adalah anggota dalam 80s dari Rokunin gumi yang dibangun atas sebuah kultus berikut di Okinawa, namun tidak pernah merilis album. In the 90s Yano released three innovative albums with singer Sachiko Shima , under the pseudonyms of S ons of Ailana, the Surf Champlers and Sarabandge , which mixed Okinawan with Hawaiian, Surf and Trance music respectively. Di 90s Yano merilis album dengan tiga inovatif singer sachiko Shima, di bawah pseudonyms S ons dari Ailana, yang Champlers Surf dan Sarabandge, yang diramu dengan Okinawan Hawaii, dan Surf Trance musik masing-masing. In 2002 he released the equally excellent Sanshin Cafe Orchestra , acoustic chill music. Pada tahun 2002 ia dibebaskan yang sama baik Sanshin Cafe Orchestra, musik akustik kedinginan.

Two other groups from the mainland who are taking Okinawan music in new directions are An-Chang Project and 'sister' group Shisars . They mostly perform traditional songs, but sing them in harmony, whereas traditionally the vocals are sung in unison. Dua kelompok lain dari daratan yang mengambil Okinawan musik dalam arah yang baru-Chang An Proyek dan 'sister' grup Shisars. Mereka umumnya melakukan lagu tradisional, tetapi mereka bernyanyi dalam harmoni, sedangkan tradisional yang vocals yang dinyanyikan serempak. Underpinning those vocals is some searing, psychedelic guitar parts, and different types of percussion. Both An-Chang Project and Shisars are kind of 'underground' classics of Okinawan and Japanese roots music. Bantalan vocals mereka adalah membakar, psychedelic guitar bagian, dan berbagai jenis ketuk. Kedua Chang An-Project dan Shisars adalah semacam 'underground' klasik dari Okinawan akar musik dan Jepang.

It's within the twenty-something bracket that there arguably there seems to be a lack of musicians interested in Okinawan music enough to either play the traditional or take 'shima uta' in new directions. Yukito Ara and his group Parsha Club were once called leaders of the 'new wave' of Okinawan music but rather declined in popularity by the end of the 1990s. Ada dua puluh di dalam sesuatu yang ada Braket arguably sepertinya ada yang kurang tertarik pada Okinawan musisi musik cukup baik untuk memutar atau mengambil tradisional 'Shima Uta' baru di penjuru. Yukito Ara dan grup Klub Parsha pernah disebut pemimpin yang 'baru gelombang' dari Okinawan musik tetapi ditolak oleh popularitas di akhir tahun 1990-an.

From the same small town as Yukito Ara, Shiraho on Ishigaki island, Yasukatsu Ohshima , now in his early 30s, has a voice that drips with the tradition of Okinawa, and is perhaps the best of the young musicians. Dari kota kecil yang sama seperti Yukito Ara, Shiraho di Pulau Ishigaki, Yasukatsu Ohshima, sekarang di awal tahun 30-an, memiliki suara yang bertitisan dengan tradisi Okinawa, dan mungkin yang terbaik dari musisi muda. Probably the island where the tradition is kept most alive is these days not part of Okinawa at all, Amami , which has it's own style of shima uta with falsetto vocals, it's music reflecting it's geographical location, half way between Okinawa and Japan. Mungkin pulau dimana tradisi disimpan paling hidup adalah hari-hari ini bukan bagian dari semua di Okinawa, Amami, yang ia sendiri gaya Shima Uta dengan suara buatan bernada vocals, it's it's musik mencerminkan lokasi geografis, setengah jalan antara Okinawa dan Jepang. Female singer Rikki has been championed by Makoto Kubota, who produced her first album, while teenagers Mizuki Nakamura and Kousuke Atari have both released promising albums Female singer Rikki telah championed oleh Makoto Kubota, yang diproduksi album pertama, sementara remaja dan Mizuki Nakamura Kousuke Atari telah menjanjikan album kedua dirilis.

JAPANESE MUSIC- THE WORLD VIEW JEPANG MUSIC-THE WORLD VIEW

Through the 1980s and 1990s the holy grail for Japanese pop and rock musicians was success in the US or Europe. Melalui tahun 1980-an dan 1990-an yang suci Grail untuk Jepang musisi pop dan rock yang sukses di AS atau Eropa. Despite attempts and heavy marketing by major record companies nobody however has broken into a western foreign market. Meskipun upaya pemasaran dan berat oleh perusahaan besar merekam nobody rusak namun telah menjadi barat pasar asing. Roots musicians from Okinawa, such as Nenes, Shokichi Kina and Takashi Hirayasu have enjoyed success within the larger 'world music' market, with album releases and tours. Akar musisi dari Okinawa, seperti Nenes, Shokichi Kina dan Takashi Hirayasu telah menikmati sukses besar dalam 'dunia musik' pasar, dengan merilis album dan tur. From Japan, Miyazawa and The Boom have toured and had albums released in Brazil and Europe. Dari Jepang, Miyazawa dan Boom ada tur dan telah merilis album di Indonesia dan Eropa. Instrumental musicians, Kitaro and Ryuichi Sakamoto have had most impact, while some 'indie' rock groups have achieved some cult following. Musisi instrumental, Kitaro dan Ryuichi Sakamoto memiliki dampak besar, sementara beberapa 'indie' rock telah dicapai beberapa kultus berikut. However, the biggest selling pop music has remained largely for the domestic market, until Japan's Asian neighbours also discovered Japanese pop culture. in Taiwan, TV channels broadcast Japanese dramas and Japanese music videos. Namun, penjualan terbesar musik pop tetap memiliki sebagian besar untuk pasar domestik, sampai Jepang, Asia tetangga juga menemukan budaya pop Jepang. Di Taiwan, Jepang siaran TV channel drama musik Jepang dan video. In Hong Kong, despite some anti-Japanese sentiment it's much the same story, as it is in Thailand. Di Hong Kong, meskipun beberapa sentimen anti-Jepang itu banyak cerita yang sama, seperti di Thailand. Even in Korea as restrictions on Japanese culture are lifted, and the past history between the two countries is forgotten, young Koreans are discovering Japanese music. Bahkan di Korea sebagai membatasi budaya Jepang yang diangkat, dan sejarah masa lalu antara kedua negara adalah lupa, muda Korea yang menemukan musik Jepang.

The entertainment industry in Japan is the most developed in the region, and Asians have increasingly more strongly identified with Japanese pop culture. Di industri hiburan di Jepang adalah yang paling berkembang di daerah, dan Asia sudah semakin lebih kuat diidentifikasi dengan budaya pop Jepang. The young are looking towards Japan for the latest trends, not America, where songs and stars have a common Asian appeal. Muda yang akan mencari terhadap Jepang untuk tren terbaru, bukan Amerika, dimana lagu dan bintang memiliki Asia banding. Perhaps in the future, Japan will take the leading role in establishing an Asian musical identity. Mungkin di masa depan, Jepang akan mengambil peran sebagai pemimpin dalam membangun sebuah identitas musik Asia. Influenced by the west, but reshaped as uniquely Japanese. Dipengaruhi oleh barat, namun reshaped Jepang sebagai unik.



Read more...

browser info

IP

technorati

Add to Technorati Favorites